Ulasan Trilogi Film The Godfather

ulasan film rilogi the godfather
Paramount Pictures

Sinema gangster, review ulasan trilogi film The Godfather sebagai salah satu film terpopuler dan terbaik sepanjang masa.

Jika ada yang bertanya, film gangster terbaik apa sepanjang masa? Biasanya banyak yang mereferensikan film The Godfather.

Film The Godfather meredefinisi secara terperinci dan dramatis dari apa yang menggambarkan tentang kisah mafia dari Sisilia yang tinggal di Amerika. 

Film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Mario Puzo tersebut, mengisahkan saga keluarga Corleone dalam menjalankan bisnis dengan prinsip tertentu.

Di film pertamanya, setting waktu dalam cerita terjadi dalam akhir masa Perang Dunia II di Amerika dan Sisilia (Italia).

Kisahnya yakni Vito Corleone sebagai salah satu kepala keluarga mafia berpengaruh di Amerika, dalam pasca paruh usia, hendak meneruskan kepada putra bungsunya, Michael yang justru enggan untuk terlibat.

Sedangkan The Godfather Part II memiliki dua alur, yakni sekuel kisah Michael Corleone sekaligus prekuel Vito Corleone muda, terjalin secara pararel bergantian, bersumber dari novel yang sama.

Adapun The Godfather Part III, mengisahkan Michael dalam usia pasca paruh baya, merupakan pengembangan cerita yang ditulis oleh Mario Puzo bersama dengan Francis Ford Coppola.

Dua film pertamanya begitu superior secara kritik maupun mendapat penghargaan Oscar, karir Marlon Brando naik kembali, meluncurkan Al Pacino dan Robert De Niro sebagai bintang baru, serta Coppola sebagai sineas ternama.

Dua film tersebut juga masuk dalam daftar pelestarian National Film Registry, sedangkan film terakhirnya mendapatkan reaksi medioker. 

Rencana film ke-4 rupanya tidak ada perkembangan lagi, sejak kematian Puzo terhadap naskah yang belum selesai ditulis bersama Coppola.

Film The Godfather menjadi sebuah referensi populer dan ikonik terhadap penggambaran dunia gangster, terhadap eksistensi dan aksi dramatis dalam sudut pandang manusiawi, melalui estetika mahakarya sebuah film yang sangat berpengaruh.

review ulasan film the godfather
Paramount Pictures

The Godfather (1972)

I’m gonna make him an offer he can’t refuse.

Di tahun 1945, Vito Corleone (Marlon Brando), 
imigran dari Sisilia bergelar “Don” sebagai salah satu kepala mafia yang disegani di Amerika, tengah melangsungkan pernikahan putrinya, Connie (Talia Shire).

Putra sulungnya, Sonny (James Caan) tampak akan menggantikannya, namun sifatnya yang temperamental,  kerap rentan akan resiko yang dihadapi keluarga Corleone.

Untung saja Vito mengadopsi Tom Hagen (Robert Duvall), seorang keturunan Jerman-Yahudi menjadi anak angkatnya, 
sebagai seorang penasihat cakap sekaligus pengacara tunggal.

Sifat bijak dan emosi stabil Hagen, berfungsi menjaga stabilitas keluarga Corleone secara internal maupun eksternal.

Adapun putra ke-2 Vito yakni Fredo (John Cazale) memiliki karakteristik yang sangat lemah dan sama sekali tidak mampu mewarisi sifat ayahnya.

Sedangkan Michael (Al Pacino) yang ironisnya merupakan anak favorit Vito, malah enggan terlibat dalam urusan bisnis ayahnya dan memilih berkarir dalam militer.

Namun semuanya berubah tatkala muncul Sollozzo (Al Lettieri), seorang pebisnis kotor narkoba yang ingin menawarkan kerjasama dengan Vito. 

Bisnis Sollozzo didukung oleh keluarga Tattaglia, yang memiliki pengaruh besar sebagai salah satu dari lima kepala mafia di Amerika.

Tak disangka, Vito menolak tawaran bisnis yang sebenarnya diterima oleh Sonny dan Hagen. 

Sakit hati dengan penolakan Vito, Sollozo yang memiliki seorang kepala polisi, kemudian mengancam Hagen, serta melakukan usaha pembunuhan terhadap Vito.

Menyadari bahwa Sollozzo merupakan ancaman bagi keluarga Corleone, Sonny, dan Hagen hendak melancarkan aksi terhadapnya. 

sinopsis film the godfather
Paramount Pictures

Di saat yang bersamaan, Michael bergegas pulang untuk berinisiatif mengurus sekaligus menjaga ayahnya di rumah sakit.

Sejak Michael dianiaya dan diancam oleh kepala polisi berkenaan dengan penjagaan ayahnya, ia mengusulkan kepada Sonny dan Hagen untuk melakukan respon kejutan.

Itulah yang menjadi awal transformasi dirinya ikut ambil bagian dari urusan keluarga Corleone.  

Menonton trilogi film The Godfather untuk kedua kalinya, sudah cukup bagi saya sejak yang terakhir karena sengaja untuk menuliskan ulasan ini, mengingat masing-masing filmnya berdurasi tiga jam.

Saya tidak tahu tentang novelnya, meski terkesan membosankan bagi sebagian orang, menurut saya malah begitu padat dan kaya akan alur cerita yang menarik di setiap adegannya, asalkan setia mengikuti dialognya.

Coppola sebagai sineasi muda saat itu, mampu memberikan mahakarya melalui arahan dan gaya yang begitu solid, gamblang sekaligus estetis terhadap seluruh aspek, melalui adegan, dialog, karakterisasi dan akting, sinematografi hingga scoring dan musik.

Durasi tiga jam di film The Godfather, tentu saja istimewa sejak menghadirkan setting waktu pasca Perang Dunia II tahun 1945 hingga di era 50’an, artinya nuansa klasik begitu kental dibalut dengan roman dan aksi kriminal.

Dialog adalah salah satu kekuatan utama di film ini sejak adegan pembuka, bagaimana  Vito Corleone di tengah melangsungkan pesta pernikahan putrinya.

Ia kerap dikunjungi oleh sejumlah tamu di ruang kerjanya, memperkenalkan siapa Vito dan kekuatan yang dimilikinya, terkait harga diri, solidaritas, respek serta balas budi.

Satu-persatu karakternya mulai muncul, baik dalam keluarga Corleone, maupun figur lainnya. 

Narasi film ini tidak membedakan antara protagonis dengan antagonis, baik sesama mafia maupun otoritas dan alat hukum, karena begitu bias juga menekankan kekuasaan akan harta dan wilayah.

Selain figur sentral Vito Corleone sebagai kepala rumah tangga, juga transformasi Michael sangat terasa dan begitu kuat dari yang semula enggan, hingga bereaksi terhadap kondisi kritis ayahnya pasca penembakan.

Beberapa figur lainnya yang perlu dicatat yakni Tom Hagen sebagai otak strategis dalam kebijakan keluarga, kontras dengan Sonny yang seringkali berisiko.

Ada pula Connie sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, juga Kay (Diane Keaton) sebagai kekasih Michael yang dilematis, serta Fredo yang lemah dan dianggap bodoh.

Film The Godfather secara terperinci menyajikan bagaimana bisnis keluarga mafia dalam persaingan kekuasaan demi keberlangsungan dinastinya yang semakin luas. 

Kode etik yang dibangun antar lima dinasti yang berlainan tersebut (lima pemimpin mafia), terkadang dilanggar melalui kecurangan maupun pengkhianatan.

Efek spesial rias wajah Marlon Brando sebagai Vito yang berusia lanjut, sungguh menakjubkan, turut mendukung atas performa briliannya terutama melalui suara vokalnya yang khas. 

Begitu pula Al Pacino sebagai Michael Corleone yang awalnya terlihat lugu, berubah drastis penuh karisma dan terkadang ditakuti.

alur plot film the godfather
Paramount Pictures

Tak ketinggalan performa James Caan sebagai Sonny Corleone bak pemberontak ala "bad boy" yang lebih mengandalkan emosi daripada otaknya.

Sedangkan penampilan Robert Duvall sebagai Tom Hagen yang berkepala dingin pun turut meyakinkan.

Suasana dalam adegan awal di pesta pernikahan Connie yang melibatkan ratusan pemain ekstra, termasuk sesi pemotretan keluarga Corleone.

Hal itu sungguh terasa seperti menonton dokumenter sebuah event, yang kemudian diulangi saat Michael menikahi seorang gadis Sisilia.

Kontrasnya penggambaran saat di perkotaan dan pemukiman Amerika terutama di kota New York, maupun setting eksotis di pedesaan Sisilia, turut mewarnai serta mendramatisasi dalam setiap adegannya, berkat karya sinematografer Gordon Willis.

Musik dan scoring yang diaransemen komposer asal Italia, Nino Rota tentu saja turut menghadirkan salah satu tema musik “Speak Softly, Love” yang ikonik itu. 

Sedangkan ayah Francis, yakni Carmine Coppola turut menyumbangkan musik dalam adegan band di pesta pernikahan Connie.

Film The Godfather merupakan warisan yang memiliki pengaruh begitu kuat terhadap film gangster berpengaruh, tentang bagaimana menyajikan sebuah drama lengkap dari berbagai sisi secara kompleks dan mendalam.

Score: 4 / 4 stars | Pemain: Marlon Brando, Al Pacino, James Caan, Richard Castellano, Robert Duvall, Sterling Hayden, John Marley, Richard Conte, Diane Keaton, Al Lettieri, Abe Vigoda, Talia Shire, John Cazale | Sutradara: Francis Ford Coppola | Produser: Albert S. Ruddy | Penulis: Berdasarkan novel The Godfather karya Mario Puzo. Naskah: Mario Puzo, Francis Ford Coppola | Musik: Nino Rota | Sinematografi: Gordon Willis | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 177 Menit

review ulasan film the godfather part II
Paramount Pictures

The Godfather Part II (1974)

Keep your friends close, but your enemies closer.

Di tahun 1958, Michael Corleone (Al Pacino) penerus sang ayah menjalankan bisnis keluarganya, sedang dalam proses negosiasi dengan Hyman Roth (Lee Strasberg).

Namun dalam prosesnya, ia didatangi Frank Pentageli (Michael V. Gazzo), seorang pengurus organisasi keluarga Corleone, meminta bantuannya menyingkirkan Rosato bersaudara karena mengganggu wilayahnya.

Pada suatu malam, Michael selamat dari percobaan pembunuhan yang berlangsung di kediamannya sendiri. 

Untuk mengetahui siapa yang ingin menyingkirkan dirinya, Michael bersama dengan Hagen (Robert Duvall) menyusun rencana untuk melakukan tindakan terhadap musuh terselubungnya itu.

Tak hanya itu, kondisi keluarga Michael pun tak luput dari problema yang kompleks, sejak istrinya, Kay (Diane Keaton) sudah tak tahan terhadap dirinya.

Adapun Connie (Talia Shire) hidupnya tak karuan menghamburkan uang keluarga, serta Fredo (John Cazale) yang tidak pernah menyadari kecerobohannya.

Sementara kembali ke masa lalu, Vito Andolini (Robert De Niro) adalah imigran yang lahir di Corleone, Sisilia menuju Amerika dalam upaya melarikan diri dari kejaran mafia yang membunuh keluarganya.

Ia yang membangun keluarganya di kota New York, mempelajari dan mempraktekan bagaimana lingkungannya para pedangan yang diperas oleh Fanucci, seorang preman lokal.

Sejak aksinya bersama dengan Clemenza dan Tessio dalam bisnis pencurian, Vito diperas oleh Fanucci. Namun ia kemudian memberikan sebuah kejutan terhadapnya.

Vito yang mengembangkan bisnis sebagai importir minyak zaitun, disegani oleh warga setempat sebagai “Godfather” karena banyak meminta pertolongan terhadapnya atas nama keadilan.

sinopsis film the godfather part II
Paramount Pictures

Pertama kali saya menonton film ini, terbagi menjadi dua: alur cerita tentang masa lalu Vito Corleone tentu saja menjadi favorit, namun saya kurang suka dengan alur bagaimana Michael Corleone meneruskan bisnis keluarganya.

Setelah menonton untuk kedua kalinya, penilaian saya berubah dan semakin mengapresiasi bahwa alur Michael Corleone ternyata memiliki kekuatan yang sama dengan kualitas di film terdahulunya.

Alur tersebut menegaskan tentang ‘kejatuhan’ Michael dalam memimpin dinasti bisnis keluarganya dalam upaya melegalisir di mata hukum, meski bukan berarti bubar atau hancur berantakan.

Figur Michael dalam usaha mempertahankan eksistensi Corleone dalam bisnis dan mempersatukan keluarganya memang kerap kali mengalami hambatan berarti.

Hal tersebut terkait kecurangan dan pengkhianatan, serta prinsip moralitas dan permainan politisi, semuanya bercampur-aduk dengan urusan rumah tangga dan keluarga.

Meski Michael mewarisi ketangguhan ayahnya, namun bukan berarti ia menjadi seperti ayahnya dalam memperlakukan aksi tindakannya itu. 

Maka dalam perbandingannya, selalu diselingi dengan alur kilas balik masa lalu Vito Corleone mulai dari masa kecil hingga terutama di usia yang sama dengan Michael.

Film The Godfather II memberikan pelajaran bahwa dunia mafia hanya akan membawa kehancuran pada akhirnya, meski semua musuh telah dihabisi termasuk dalam tubuh keluarga sendiri.

Kali ini, sosok Fredo mendapat porsi yang cukup signifikan sebagai karakter kunci terhadap hubungan bisnis antara Michael dengan Hyman Roth, maupun kehadiran Frank Pentageli. 

Begitu pula gejolak rumah tangga Michael saat berhadapan dengan Kay yang semakin tertekan, serta hal yang sama yang dialami oleh Connie dalam porsi kecil.

Alur kisah Michael disajikan melalui gaya yang mirip dengan sejumlah film political thriller era 70’an lengkap diiringi dengan scoring bernada suspense.

Misteri penyelidikan siapa pihak yang mencurangi keluarga Corleone dan yang berkhianat, termasuk adegan dalam jajak pendapat dengan Senat, begitu impresif.

Adegan Revolusi Kuba pun turut mewarnai film ini yang nanti akan terasa atmosfirnya dalam film Pacino lain yakni Scarface (1983). 

alur plot film the godfather part II
Paramount Pictures

Meski demikian, terkadang masih ada sedikit kejenuhan akibat dijejali dialog dalam sejumlah adegan tertentu lainnya. 

Adegan terakhir keluarga Corleone di ruang makan begitu menyentuh dan dikenang.

Sedangkan alur Vito Corleone sudah tidak perlu diragukan lagi, dengan jelas mengutarakan bagaimana akhirnya ia bisa menjadi sosok “The Godfather” mulai dari Sisilia hingga di kota New York. 

Semuanya disajikan melalui teknik lensa kamera yang lebih soft dan bernuansa nostalgia, terutama penggambaran sudut kota New York di tahun 1910’an.

Performa De Niro sebagai Vito begitu impresif dan kuat, mampu menyamai versi muda dari Marlon Brando. 

Begitu pula performa Pacino yang sama dalam film terdahulunya, selain didukung performa solid dan meyakinkan dari John Cazale sebagai Fredo.

Juga Lee Strasberg dan Michael V. Gazzo sebagai Roth dan Pentageli.

Penceritaan film The Godfather Part II begitu kuat dan konsisten sekaligus lebih berwarna, karena mampu menjadi salah satu sekuel terbaik sepanjang masa.
 
Score: 4 / 4 stars | Pemain: Al Pacino, Robert Duvall, Diane Keaton, Robert De Niro, Talia Shire, Morgana King, John Cazale, Mariana Hill, Lee Strasberg, Michael V. Gazzo | Sutradara: Francis Ford Coppola | Produser: Francis Ford Coppola | Penulis: Berdasarkan novel The Godfather karya Mario Puzo. Naskah: Mario Puzo, Francis Ford Coppola | Musik: Nino Rota | Sinematografi: Gordon Willis | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 200 Menit

review ulasan film the godfather part III
Paramount Pictures

The Godfather Part III (1990)

Friends and money-oil and water.

Di tahun 1979, Michael Corleone (Al Pacino) telah melewati masa paruh baya mendonasikan sebagian uangnya untuk amal melalui perwakilan Gereja Katholik.

Ia mendirikan sebuah yayasan yang dikelola oleh putrinya, Mary (Sofia Coppola).

Adapun putra Michael yakni Anthony (Franc D’Ambrosio) malah ingin meninggalkan kuliah hukum yang diharapkan ayahnya sebagai pengacara, dan ingin berkarir sebagai penyanyi. 

Meski awalnya menolak, namun atas dorongan mantan istrinya yakni Kay (Diane Keaton), akhirnya Michael menyetujuinya.

Dari sisi bisnis, Michael sendiri telah menjual hotel dan kasinonya sembari keluarga Corleone kerap menyumbang sejumlah uang secara rutin untuk Gereja Katholik.

Hal tersebut dilakukannya setelah mengetahui bahwa keuangan di Bank Vatikan mengalami defisit, yang disampaikan oleh kepala bank yakni Uskup Gilday (Donal Donnelly).

Untuk menyelamatkannya, Michael bersedia menyumbangkan sejumlah uang dengan syarat ia memiliki saham mayoritas yang selama ini dipegang pihak Vatikan, terhadap perusahaan Internazionale Immobiliare

Meski pihak perusahaan menyetujuinya, namun harus menunggu ratifikasi dari Paus yang sedang sakit.

Selain itu, Michael mendamaikan keponakannya yang merupakan putra Sonny yakni Vincent (Andy Garcia) dengan Joe Zasa (Joe Mantegna), seorang pebisnis narkoba yang menghina keluarga Corleone.

Bapak Baptis Connie (Talia Shire) yakni Don Altobello (Eli Wallach), mengundang Michael untuk mengadakan rapat dengan para pimpinan mafia lainnya, untuk menginginkan kepemilikan saham Immobiliare.

alur plot film the godfather part III
Paramount Pictures

Namun terjadi pemabantaian pada saat pertemuan. 

Michael mengutus Vincent yang diharapkan menjadi penerusnya, untuk menyelidiki siapa sang pengkhianat dan dalang konspirasi terkait proses bisnis tersebut.

Catatan: Film ini adalah versi yang pernah ditayangkan di bioskop, bukan versi yang direvisi secara minor oleh Coppola dengan judul The Godfather: Coda, The Death of Michael Corleone yang dirilis tahun 2020.

Awalnya, saya tidak pernah menyukai film ini, yang dianggap paling lemah dibandingkan dua film terdahulu. 

Memang benar adanya meski tidak sepenuhnya, sejak saya kembali menyaksikan film ini.

Sentralisasi Michael Corleone dalam The Godfather Part III berada dalam usia yang sepertinya sama dengan Vito Corleone dalam film pertamanya, sebuah proses transformasi untuk rencana pensiun dan meneruskannya kepada generasi baru.

Hanya saja karakterisasi Michael lebih menekankan pada aspek psikologis dan emosional, bagaimana hubungan keluarga yang harus ia hadapi dan selesaikan, bermula dari film The Godfather Part II.

Khusus di film ini, Michael selalu dihantui oleh masa lalu yang tragis, pernikahan pertamanya dengan Apollonia, hubungannya dengan Fredo, serta pasang-surut rumah tangganya dengan Kay.

Maka hal tersebut berpengaruh terhadap kedua anaknya yakni Anthony yang trauma dan berusaha menjauhi dirinya, merupakan refleksi masa muda Michael yang enggan terlibat dalam bisnis keluarga.

Adapun Mary kondisinya lebih baik, karena tidak banyak mengetahui perbuatan kelam ayahnya di masa lalu.

Bagaimanpun juga, Michael bukanlah Vito. Ia berada dalam situasi yang berbeda dengan ayahnya.

Film The Godfather Part III menjadi salah satu contoh nyata akan keterlibatan mafia dengan pihak Vatikan dan Gereja Katholik, dalam politik, bisnis dan uang, penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, serta konspirasi.

sinopsis film the godfather part III
Paramount Pictures

Memang terasa tidak istimewa dibandingkan dua film sebelumnya, film ini seperti kehilangan esensi dan merindukan sosok Vito, dan bahkan Michael versi muda yang begitu berkarisma di setiap dialog dan aksinya.

Performa Al Pacino sebagai Michael versi tua dengan efek riasannya, tidak mampu memiliki tatapan seperti seseorang yang disegani atau bahkan ditakuti, kehilangan karisma kuatnya. 

Untung saja diimbangi oleh Andy Garcia sebagai Vincent sebagai calon penerus Corleone.

Saya tidak melihat buruknya performa Sofia Coppola sebagai Mary di film ini, meski bermain medioker. 

Sedangkan aktor veteran Eli Wallach sebagai Don Altobelli, yang sebelumnya berperan sebagai pejabat Kuba di film The Godfather Part II, mampu memberikan warna tersendiri.

Sejumlah adegan tertentu yang melibatkan banyak figuran baik dalam sebuah pesta di Amerika maupun di Sisilia, terasa lebih manipulatif, terasa lebih sinematik dibandingkan dua film sebelumnya yang terasa lebih natural.

Hanya adegan pengakuan dosa Michael dihadapan Kardinal Lamberto di sebuah Gereja atau Biara khas Eropa, lengkap dengan berbagai sudut sorotan kamera, menjadi yang favorit dalam film ini.

Film The Godfather Part III saya rasa cukup sebagai sebuah penutup akan saga Corleone, melalui narasi yang baik meski tidak mampu menyamai kedua film sebelumnya. 

Tidak buruk, namun juga tidak istimewa.

Score: 2.5 / 4 stars | Pemain: Al Pacino, Diane Keaton, Talia Shire, Andy Garcia, Eli Wallach, Joe Mantegna, Bridget Fonda, George Hamilton, Sofia Coppola | Sutradara: Francis Ford Coppola | Produser: Francis Ford Coppola | Penulis: Berdasarkan karakter karya Mario Puzo. Naskah: Mario Puzo, Francis Ford Coppola | Musik: Carmine Coppola | Sinematografi: Gordon Willis | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 162 Menit

Itulah sinema gangster, review ulasan trilogi film The Godfather sebagai salah satu film terpopuler dan terbaik sepanjang masa.

Comments