The Warriors (1979) : Fitnah, Solidaritas dan Eksistensi Jati Diri

the warriors fitnah solidaritas eksistensi jati diri
Paramount Pictures

Can you count, suckers?” … “I say the future is ours … if you can count
Can you dig it?” … “Caan youu dig it??” … “Caaan youuu dig it???

Itulah dua penggal kalimat dari pidato karismatik Cyrus, seorang pemimpin geng Riffs yang paling berpengaruh di kota New York. Beberapa kalimat lengkapnya terdapat di awal cerita film cult classic tentang geng jalanan, yakni The Warriors yang mengisahkan petualangan gangster jalanan memerangi fitnah, mengikat solidaritas dan mempertahankan eksistensi jati diri mereka.
 
Film garapan spesialis film aksi laga, yakni Walter Hill yang diadaptasi dari sebuah novel karya Sol Yurick itu begitu dikagumi dan dikultuskan, hingga dipopulerkan melalui format permainan video game-nya di tahun 2005.

Dalam kredit pembuka, diperlihatkan selingan adegan dialog antar anggota geng The Warriors itu sendiri, yang bermarkas di wilayah Coney Island, New York. Mereka akan menghadiri pertemuan besar antar geng yang diinisiasi oleh Cyrus di Van Cortlandt Park, wilayah Bronx, kota New York.

Satu-persatu, geng The Warriors diperkenalkan dalam sejumlah dialog tadi: Cleon (Dorsey Wright) sebagai pemimpin, Swan (Michael Beck) sebagai War Chief, sedangkan anggotanya yakni Ajax (James Remar), Snow (Brian Tyler), Cochise (David Harris), Cowboy (Tom McKitterick), Rembrandt (Marcelino Sanchéz), Vermin (Terry Michos) dan Fox (Thomas G. Waites).

Ciri khas geng The Warriors yakni memakai rompi kulit warna maroon tua ala Suku Indian,dengan emblem logo kebesaran di bagian punggungnya.

review film the warriors
Paramount Pictures

Mereka tiba di lokasi sambil mendengarkan pidato Cyrus yang ingin menyatukan seluruh geng dan berkolaborasi guna memperkuat kekuatan dari ancaman para penegak hukum. 

Sementara, sejumlah mobil polisi mulai berdatangan untuk menyergap, Luther (David Patrick Kelly) pemimpin geng Rogues, tiba-tiba menembak mati Cyrus di tengah kerumunan.

Dalam kondisi panik bersamaan dengan penggerebekan polisi, Cleon yang berada dekat penembakkan pun difitnah oleh Luther, sehingga ia menjadi tertuduh.

Terprovokasi, geng Riffs langsung memukuli Cleon hingga babak belur, serta mengejar The Warriors yang langsung melarikan diri kembali menuju Coney Island. Karena Cleon dianggap tewas, Swan dan Ajax sempat berargumentasi dalam memimpin geng.

Tak lama kemudian, pemimpin Riffs memerintahkan seluruh geng untuk memburu The Warriors yang menyebabkan tewasnya Cyrus, dengan pesan terselubung melalui siaran radio.


Dalam perjalanan pulang setelah beberapa aksi yang mereka lakukan, seorang gadis dari geng Orphans bernama Mercy (Deborah Van Valkenburgh) malah akhirnya bergabung dengan mereka.

Lalu petualangan mereka sesungguhnya pun baru dimulai! 

Shaber dan Hill merombak narasi The Warriors dari cerita di novelnya yang mengekspos aspek reputasi, keluarga, seksualitas serta bertahan hidup, dengan fokus pada aspek untuk bertahan hidup, eksistensi jati diri antar anggota dan identitas geng, sekaligus memperbaiki reputasi atas fitnah yang terjadi, serta uji solidaritas selama mereka beraksi.

Tidak ada geng tertentu yang diposisikan sebagai antagonis, kecuali Rogues di versi film. Di versi novel, cerita mengisahkan geng The Dominators (di versi film dinamakan The Warriors) sebagai protagonis, dalam perjalanan menuju Coney Island, berseteru dengan sejumlah geng, dengan menonjolkan sisi "kenjantanan". 

Mungkin film The Warriors merupakan film terbaik yang diarahkan sangat fantastis oleh Hill, melalui berbagai gaya yang terlihat sangat keren dan dinamis, mulai dari awal hingga akhir cerita, dialog, aksi laga dan koreografi, serta mampu menggenjot adrenalin yang disertai kentalnya elemen thriller melalui setting malam hari di kota New York.

fitnah solidaritas eksistensi jati diri film the warriors
Paramount Pictures

Dalam konteks sosio-kultural, geng The Warriors menampilkan anggota multi-ras seperti Cleon seorang Afro-America, Swan dan Ajax yang berkulit putih, atau Rembrandt seorang turunan Latin (Mexican-American). Begitu pula dengan para geng, ada yang khusus beranggotakan kulit putih, kulit hitam, Latino bahkan Asia.

Masing-masing aktor/aktris menghidupkan karakternya dengan brilian serta menonjolkan  keunikannya masing-masing, seperti Cleon seorang pemimpin yang berwibawa dan tangguh.

Swan yang tidak banyak bicara namun pemberani, Ajax yang gemar berkelahi, sok jago namun kurang cerdas mirip dengan Cochise, serta Cowboy yang kalem, bersahabat serta agak pemurung.

Sedangkan Fox adalah yang paling cerdas dan selalu penasaran, lain halnya dengan Rembrandt sebagai anggota termuda dan selalu waspada, tukang semprot huruf “W” sebagai penanda geng di berbagai lokasi.

Snow mirip dengan Rembrandt, hanya lebih cerdik sebagai petarung. Serta Vermin, seorang yang flamboyan dan rileks, namun kurang cerdas.

Tidak ada yang melebihi karisma dari seorang Cyrus, yang berhasil membuat pesona ratusan geng kota New York, dalam sebuah pertemuan besar di awal cerita. Kalimat pidatonya yang membahana itulah, salah satunya adalah quotes tercantum di awal artikel ini.


Geng Riffs tampak mengerikan dengan begitu banyak pasukan, ditambah dengan karakter Masai yang misterius, sebagai pengganti Cyrus.

Sang antagonis bernama Luther dengan suaranya yang seperti wanita itu, memang pas dicap sebagai seorang berandal serta bajingan, tercermin dari sifat dan sikapnya yang jahat.

Tak lupa karakter Mercy yang diperankan Deborah Van Valkenburgh, sebagai seorang wanita yang bosan dengan kehidupan yang tidak memiliki sesuatu berarti, makanya ia menantang The Warriors sekaligus dirinya sendiri guna bertualang mendapatkan sensasi baru.
 
Banyak geng lainnya diperkenalkan di film ini, dengan ciri khas yang berlainan seperti Riffs (bergaya hip-hop dan rap), Rogues (bergaya bikers tanpa motor, mirip S&M), Turnbull AC’s (bergaya fasisme), Orphans (seperti gelandangan), Lizzies (geng perempuan), Punks (dengan sepatu rodanya), Boppers (berpenampilan necis), Hi-Hats (seperti pantomin) dan lain sebagainya.

ulasan sinopsis film the warriors
Paramount Pictures

Yang menarik perhatian dan ikonik, tentunya geng Baseball Furies, dengan mengenakan jersey baseball, wajah mereka juga di make-up ala grup rock band KISS. Dengan seringaian senyum sinis mereka, menambah kesan misterius sekaligus menakutkan.

Bagaikan film western dalam dunia modern, film The Warriors identik dengan pertarungan antar kelompok atau geng jalanan, seakan dunia milik mereka melalui berbagai adegan yang berlangsung, divisualisasikan dengan sangat dinamis, estetis, serta elegan.


Gaya Hill dalam menggarap film serupa, diulanginya beberapa tahun kemudian dalam film Streets of Fire (1984).

Pengambilan sudut kamera pun begitu impresif seperti saat geng The Warriors sedang berjalan di sebuah kawasan, tampak geng Orphans muncul satu-persatu dari balik atap gedung.


Atau saat The Warriors keluar dari stasiun kereta, tiba-tiba dihadang oleh geng Baseball Furies yang berada di tengah jalan raya yang sepi, dengan posisi melingkar, mengepung mereka. Hingga akhirnya Furies mengejar mereka ke sebuah taman, lalu perkelahian pun dimulai.

Atau saat The Warriors berada di stasiun kereta, muncul geng Punks yang mengikutinya dari kejauhan.

Baca juga: The Long Riders (1980) : Geng Koboi Bersaudara 

Adegan paling keren yakni saat The Warriors dengan kelelahan dan keputusasaan, berjalan beriringan dan dibuntuti oleh sebuah mobil yang dikendarai oleh Rogues menjelang klimaks menuju akhir cerita yang diiringi lagu In the City.
 
Sejumlah adegan perkelahian dramatis begitu memukau akan koreografi yang dirancang, sepertinya memadukan gaya film musikal dengan realita aksi bruta, tanpa perlu ada kekerasan yang berdarah-darah, benar-benar menghibur. Salah satu aksi memorable-nya yakni perkelahian dengan geng Punks di toilet stasiun kereta!
 
Score yang dikomposisikan oleh Barry De Vorzon, sepertinya menggunakan kombinasi musik disko dan elektronik.

Uniknya, soundtrack film ini juga mengiringi beberapa adegan tertentu, lewat sorotan seorang DJ Radio yang mengirimkan pesan dari geng Riffs kepada The Warriors, melalui beberapa lagu dengan genre rock, blues, jazz, soul dan pop.

The Warriors merupakan film cult classic ikonik, tak hanya mengisahkan tentang aksi geng jalanan semata, namun bagaimana reaksi mereka terhadap fitnah jahat, melalui ikatan solidaritas persaudaraan dalam konflik dan perpecahan, sekaligus mempertanyakan eksistensi dan pembuktian jati diri dalam komunitas kelompoknya yang berada dalam ancaman.

Satu hal yang pasti : Jangan rusak warisan ini dengan pembuatan ulang!

Score : 4 / 4 stars

The Warriors | 1979 | Aksi Laga, Petualangan, Thriller, Gangster | Pemain: Michael Beck, Deborah Van Valkenburgh, James Remar, Brian Tyler, David Harris, Tom McKitterick, Marcelino Sanchéz, Terry Michos, Dorsey Wright, Roger Hill, Thomas G. Waites, David Patrick Kelly | Sutradara: Walter Hill | Produser: Lawrence Gordon | Penulis: Berdasarkan novel The Warriors karya Sol Yurick. Naskah: David Shaber, Walter Hill | Musik: Barry De Vorzon | Sinematografi: Andrew Lazlo | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 92 Menit

Comments

Popular Posts