Eastrail 177 Trilogy : Unbreakable, Split, Glass

review film eastrail 177 trilogy
Buena Vista Pictures, Universal Pictures

The Sixth Sense (1999) merupakan awal dari ciri khas sineas M. Night Shyamalan sebagai spesialis penyaji film thriller suspens dengan pelintiran besar mencengangkan, meski dipaparkan melalui ritme yang lambat.

Film keduanya yakni Unbreakable, mengambil tema superhero dengan mempertemukan dua aktor dari film Die Hard with a Vengeance (1995), yakni Bruce Willis dan Samuel L. Jackson, yang sukses secara komersil maupun kritik, sekaligus berstatus cult.

16 tahun berselang, muncullah film Split yang cenderung mengarah pada horor psikologi, diperankan James McAvoy sebagai karakter utamanya. Terjadi kejutan dalam akhir cerita dengan usaha menggabungkan Unbreakable ke dalam semesta yang sama di film tersebut.

Maka dibuatlah film ke-3 berjudul Glass yang menggabungkan tiga karakter utamanya, sebagai bagian akhir dari Eastrail 177 Trilogy yang mereferensikan sebuah peristiwa yang menjadi kisah kunci keseluruhan. Berikut adalah ulasan singkat ketiga filmnya:


eastrail 177 trilogy review film unbreakable
Buena Vista Pictures
Unbreakable (2000)

Elijah Prince yang dijuluki “Mr. Glass” (Samuel L. Jackson) dilahirkan dalam keadaan tulang yang rapuh, dan semasa kanak-kanak ia diberikan komik superhero oleh ibunya, setiap ia memberanikan diri keluar rumah.

Waktu berlalu saat David Dunn (Bruce Willis) selamat tanpa luka sedikit pun dari sebuah kecelakaan kereta yang menewaskan semua penumpangnya. Tak lama berselang, Ia menerima sebuah pesan berbentuk kartu yang mengantarkannya kepada Elijah yang kini memiliki galeri komik.

Elijah menganggap David memiliki kemampuan super, namun David malah menganggap Elijah tidak waras dan mengada-ngada. Namun seiring dengan kekuatan besar yang tak ia sadari, membuat David mempertanyakan eksistensi dan jati dirinya, mengapa ia bisa memiliki kemampuan super.

Sebuah premis unik dan berbeda dari kebanyakan film superhero lainnya, karena mengambil sudut pandang alamiah dengan meminimalisasi aksi laga dan kostum klise. Keraguan jati diri, ketidaksadaran, konflik batin, penyangkalan diri, kebohongan, usaha perbaikan hubungan keluarga, merupakan aspek yang ditonjolkan dalam film ini yang dipaparkan utuh.

Namun ada satu kekurangan yang masih saya pertanyakan di akhir cerita, sebenarnya apa tujuan akhir yang ingin dicapai dari pencarian tersebut, yang terasa begitu menganggu dan menggantung, tanpa ada penjelasan bermakna.

Melalui pemaraparan dengan ritme lambat layaknya film drama, Unbreakable terasa sedikit jenuh dan mengganggu karena hanya ada satu adegan aksi yang dilakukan David, meski sesekali menghadirkan elemen thriller dengan beberapa kejutan yang cukup mendebarkan.

Penyajian sejumlah adegan terhadap permainan sudut kamera dalam sebuah setting, mampu menutupi kejenuhan dengan visual yang cukup impresif. Sementara scoring minim ala James Newton Howard pun turut andil dalam meresapi lebih jauh terhadap semua adegan yang terasa lebih riil.

Performa Willis sebagai David di film ini, yang kembali bekerjasama dengan Shyamalan setelah The Sixth Sense sama bagusnya, sebagai seorang yang frustasi dan kesulitan dalam pembuktian diri terhadap keluarganya itu. Sedangkan performa brilian Jackson sebagai Elijah tampak begitu intimidatif dan berpengaruh.

Unbreakable | 2000 | Drama, Misteri, Superhero | Score: 2.5 / 4 stars | Pemain: Bruce Willis, Samuel L. Jackson, Robin Wright Penn, Spencer Treat Clark, Charlayene Woodward | Sutradara: M. Night Shyamalan | Produser: Barry Mendell, Sam Mercer, M. Night Shyamalan | Penulis: M. Night Shyamalan | Musik: James Newton Howard | Sinematografi: Eduardo Serra | Distributor: Buena Vista Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 106 Menit

 
eastrail 177 trilogy review film split
Universal Pictures
Split (2016)

Kevin Wendell Crumb (James McAvoy) adalah seorang pasien yang mengalami gangguan jiwa, memiliki 23 kepribadian di dalam dirinya. Ia dengan rutin selalu berkonsultasi dengan psikiaternya, Dr. Fletcher (Betty Buckley). Pada suatu ketika, ia menculik ketiga gadis remaja termasuk Casey (Anya Taylor-Joy) yang memiliki masa kecil kelam.

Saat Casey dan kedua temannya berusaha melarikan diri, Dr. Fletcher mengetahui bahwa ada satu lagi karakter yang ke-24 sekaligus paling berbahaya di dalam diri Kevin, sehingga akan mengancam siapapun yang berinteraksi dengannya.

Film Split menyajikan kisah klise tentang multi kepribadian seorang psikopat, dalam aksinya menculik ketiga gadis remaja dengan tujuan yang sepertinya tidak jelas, mengingat karakter Kevin memang tidak waras.

Namun melalui film inilah bukti kemampuan Shyamalan untuk kembali menangani thriller suspens yang menjadi spesialisasinya sejak film Signs (2002), dengan menekankan eksploitasi psikologi horor.

Diselingi oleh alur non-linear mengenai masa kecil Casey, sejujurnya tidak ada yang diistimewakan sejak awal hingga akhir cerita itu sendiri. Kurangnya rasa penasaran yang tinggi, ditunjang dengan setting lokasi yang kurang manipulatif, serta minimnya twist, mengakibatkan Split terasa generik terhadap sejumlah film sejenis.

Untungnya, penampilan brilian nan jenius McAvoy, memberikan catatan tersendiri akan sebuah energi yang ia hadirkan dengan begitu megah sekaligus mengancam. Kekuatan akting dan dialog, serta sejumlah permainan sorotan kamera yang unik, turut membantu menjaga kestabilan mood hingga di akhir cerita.

Beberapa adegan yang sedikit gory pun diperlihatkan, sebuah inovasi dari semua filmnya Shyamalan terdahulu yang biasanya bersih dari hal itu. Film Split adalah sebuah karya standar Shyamalan yang cukup baik dalam menghadirkan tontonan menegangkan.

Split | 2016 | Horor, Psikologi, Thriller | Score: 2.5 / 4 stars | Pemain: James McAvoy, Anya Taylor-Joy, Betty Buckley | Sutradara: M. Night Shyamalan | Produser: M. Night Shyamalan, Jason Blum, Marc Bienstock | Penulis: M. Night Shyamalan | Musik: West Dylan Thordson | Sinematografi: Mike Gioulakis | Distributor: Universal Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 117 Menit



eastrail 177 trilogy review film glass
Universal Pictures
Glass (2019)

David (Bruce Willis) terlibat konfrontasi dengan Kevin (James McAvoy), hingga mereka ditangkap dan dijebloskan ke dalam institusi penelitian kejiwaan. Pimpinan institusi, yakni Dr. Ellie (Sarah Paulson) meyakinkan David dan Kevin, serta Elijah (Samuel L. Jackson) yang terlebih dahulu berada di tempat tersebut, bahwa mereka sebenarnya mengidap gangguan kejiwaan dan tidak memiliki kekuatan super.

Ellie juga menginformasikannya kepada Joseph (Spencer Treat Clark), Casey (Anya Taylor-Joy) dan Mrs. Price (Charlayene Woodward). Diam-diam Elijah memanfaatkan Kevin untuk melawan David, sekaligus melarikan diri dari institusi tersebut, sehingga terjadilah sebuah pertarungan yang tidak akan disangka.

Film Glass merupakan sebuah konklusi dari misteri kehidupan para superhero sekaligus supervillain, dengan menggabungkan karakter David, Elijah serta Kevin. Saya pun bertanya-tanya, mengapa ketiga karakter tersebut harus dipertemukan?

Karena tidak ingin membocorkan, maka film inilah yang akan menjelaskan karakter kunci dalam suatu peristiwa di masa lalu, maka sangat disarankan untuk nonton terlebih dahulu film Unbreakable dan Split, sehingga bisa memahami betul kerangka ceritanya secara keseluruhan.

Film Glass boleh dikatakan sebagai yang terbaik diantara ketiga seri dalam trilogi ini, karena setelah sekian lama, Shyamalan rupanya kembali berhasil dalam mengeksekusi sebuah karya yang menjadi ciri khasnya, yakni thriller suspens secara solid dan kuat akan sebuah pengembangan narasi dari ketiga film itu.

Dalam film Unbreakable dan Split, masing-masing fokus terhadap karakternya sehingga sebenarnya tidak ada relevansi narasi diantara keduanya, meski dalam ending credits film Split, dimunculkan karakter David sebagai cameo.

Namun dalam Glass, ketiga karakter dipertemukan oleh karakter baru bernama Dr. Ellie yang juga misterius, sehingga menimbulkan pertanyaan, apa motivasi dan latar belakangnya? Sulit untuk menentukan bahwa Ellie seorang protagonis atau antagonis.

Kembalinya McAvoy sebagai Kevin, menjadi karakter sentral akan bagaimana Elijah berusaha memanfaatkannya untuk bertarung dengan David. Satu hal yang mengganggu, yakni kejanggalan karakter Casey yang masih menaruh simpati dan perhatian terhadap Kevin, padahal Kevin pernah menyakitinya di film Split.

Untungnya, hal tersebut mampu ditutupi oleh ikatan kuat hubungan kedua karakter tersebut dengan dalam dan menarik. Dua karakter dalam masing-masing kilas baliknya itupun begitu menarik, antara David dan anaknya bernama Joseph melalui penggalan dari film Unbreakable, serta ungkapan eksplorasi psikologis antara Elijah dan ibunya.

Karakterisasi kuat mereka bertiga dalam masing-masing interaksinya dengan karakter pendukung, memunculkan sebuah garis tipis dalam menilai siapa hero dan villain, mengingat hubungan manusiawi yang dibangun cukup kuat dengan tone yang suram, layaknya kisah superhero dalam novel grafis.

Tercatat, ada dua twist besar sebagai konklusi akhir dari rangkaian trilogi ini yang mencengangkan saya, mengingat cukup rapatnya celah untuk diterobos dalam menebak sebuah akhir cerita. Secara keseluruhan, film Glass lebih baik daripada dua filmnya terdahulu.

Glass | 2019 | Drama, Misteri, Thriller | Score: 3 / 4 stars | Pemain: James McAvoy, Bruce Willis, Anya Taylor-Joy, Sarah Paulson, Samuel L. Jackson, Spencer Treat Clark, Charlayene Woodward | Sutradara: M. Night Shyamalan | Produser: M. Night Shyamalan, Jason Blum, Marc Bienstock, Ashwin Rajan | Penulis: M. Night Shyamalan | Musik: West Dylan Thordson | Sinematografi: Mike Gioulakis | Distributor: Universal Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 128 Menit

Comments