Review Tron: Ares, Saat Dunia Digital Memasuki Realita

tron ares saat dunia digital memasuki realita
Disney Studios Motion Pictures

Sinema petualangan fiksi ilmiah review Tron: Ares, saat dunia digital memasuki realita.

Seperti apa saat dunia digital memasuki realita? Itulah premis utama film Tron: Ares yang sedang tayang di bioskop.

Tron: Ares adalah film ketiga, bagian dari waralaba Tron yang berawal dari film tahun 1982.

Baca juga: Double Review: Tron (1982), Tron: Legacy (2010)

Tron: Ares merupakan sekuel dengan cerita tersendiri, tidak lagi mengisahkan Sam dan Kevin Flynn.

Meski demikian, Jeff Bridges kembali melalui peran kecil, sedangkan salah satu kreator original, Steven Lisberger kembali jadi salah satu produser film ini.

review tron ares dillinger systems vs encom
Disney Studios Motion Pictures

Kursi sutradara juga terisi oleh Joachim Rønning yang dikenal dalam film Pirates of the Carribean terakhir.

Sebagaimana produksi Disney, film Tron: Ares menelan biaya besar sekira 180 juta US Dollar, entah mengapa saya skeptis kali ini.

Tron: Ares mengisahkan persaingan ketat diantara korporasi digital ENCOM warisan Kevin Flynn dengan Dillinger Systems yang didirikan Ed Dillinger.

Sam Flynn menghilang dari peredaran, sedangkan ENCOM kini dipimpin oleh Eve Kim (Greta Lee), sementara Dillinger Systems diteruskan oleh cucu Ed, yaitu Julian Dillinger (Evan Peters).

Eve berhasil menemukan dan melakukan implementasi "kode keabadian" peninggalan Kevin Flynn, melalui kehadiran pohon jeruk dari dunia digital "The Grid".

Visi ENCOM melalui uji coba tersebut yaitu untuk keseimbangan ekosistem dan penyembuhan penyakit.

Adapun Julian berhasil menciptakan dan membawakan program "Ares" (Jared Leto) dari "The Grid" terhadap pengembangan militer dalam dunia realita.

ulasan film tron ares sekuel disney
Disney Studios Motion Pictures

Kehidupan manusia AI tersebut memiliki keterbatasn waktu dalam realita, sehingga Julian frustasi dan berhasil mencuri data ENCOM dari tangan Eve.

"Ares" sendiri mengalami evolusi diri hingga menyerupai manusia realita melalui rasa dan emosi, sehingga mulai mempertanyakan eksistensi dunia.

Menghabiskan waktu hampir dua jam, film Tron: Ares hanya menampilkan cerita belaka dan datar mengenai premis bagaimana menghadirkan dunia digital ke dalam realita.

Tidak diketahui dengan jelas bagaimana Dillinger Systems juga bisa dan secara bersamaan dengan pihak ENCOM membawa dunia digital tersebut ke dalam realita.

Narasi cerita Tron: Ares alih-alih membawakan hal baru diluar tema Keluarga Flynn, akhirnya terjebak dalam kisah rutin belaka tanpa emosi dan hati.

Figur kunci cerita ini tentu saja Program "Ares" yang diperankan Jared Leto melalui penampilan datar tanpa pembawaan karakter kuat.

Karakternya sendiri, bahkan sulit dibedakan transisi dirinya dalam pertengahan babak ketiga cerita.

sinopsis alur cerita tron ares jared leto
Disney Studios Motion Pictures

Selebihnya adalah narasi agenda politik DEI ala Disney yang masih dipelihara hingga sekarang, melalui kehadiran figur "asing" Eve Kim yang diperankan Greta Lee.

Karakter Eve juga bahkan lebih parah, menujukkan tanpa emosi melalui ekspresi wajah seperti AI, juga tanpa ada chemistry kuat dirinya dengan "Ares".

Selebihnya para karakter figur pendukung sangat tidak penting dan memang tidak relevan, karena selain "Ares" dan Julian Dilinger, lainnya tidak ada yang peduli sama sekali.

Lantas, karakter antagonis Julian apakah mewakilkan narasi Kiri Jauh Hollywood sebagai kulit putih yang jahat seperti fenomen sosil politik saat ini? Bisa ya bisa tidak.

Figur pendukung Gillian Anderson sebagai Elisbeth Dillinger, putri Ed sekaligus sang ibu dari Julian pun terkesan sebagai tambahan belaka.

Mungkin sedikit menarik dalam kisah ini, bahwa pertentangan ibu dan anak ini sedikit memberikan tanbahan warna cerita.

Adegan terbaik meski jadi "fan service" tentu saja saat "Ares" memasuki dunia digital "The Grid" klasik, mereka ulang visual film Tron (1982).

tron ares jeff bridges kevin flynn
Disney Studios Motion Pictures

Begitu pun dengan berbagai elemen nostalgia era 1980'an baik tata ruang dan objek, menandai rasa nostalgia sekaligus homage terhadap warisan film perdana. 

Aksi laga dan visual film Tron: Ares ini jadi nilai plus utama, baik dalam "The Grid" dan terutama pertempuran finale dalam dunia realita.

Selain itu musik, scoring, dan soundtrack film ini dari Nine Inch Nails, sangat membantu dan sedikit pompa adrenalin seperti halnya Daft Punk dalam film Tron: Legacy (2010).

Oh ya, ada petunjuk dalam akhir cerita kepada premis Tron: Legacy, serta adegan post credit juga menuju pada film Tron pertama.

Tron: Ares boleh dikatakan sebagai tes ombak yang gagal sajikan kisah terendiri dalam melibatkan warisan ikon melalui karakter tidak penting.

Sangat direkomendasikan tonton kedua film Tron terdahulu yang revolusioner untuk CGI, dan pengembangan kisah yang sangat relate dan memiliki tema kuat ikatan keluarga.

Premis Tron: Ares hadirkan dunia digital AI ke dalam realita memang menarik, tapi gagal hadirkan karakter cerita.

Demikian sinema petualangan fiksi ilmiah review Tron: Ares, saat dunia digital memasuki realita.

Score: 2 / 4 stars

Tron: Ares | 2025 | Petualangan, Fiksi Ilmiah | Pemain: Jared Leto, Greta Lee, Evan Peters, Jodie Turner-Smith, Hasan Minhaj, Arturo Castro, Gillian Anders, Jeff Bridges | Sutradara: Joachim Rønning | Produser: Sean Bailey, Jared Leto, Emma Ludbrook, Jeffrey Silver, Steven Lisberger, Justin Springer | Penulis: Berdasarkan karakter karya Steven Lisberger dan Bonnie McBird. Naskah: David Digilo, Jesse Wigutow | Musik: Nine Inch Nails | Sinematografi: Jeff Cronenweth | Penyunting: Tyler Nelson | Distributor: Walt Disney Studios Motion Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 119 menit

Comments