Alita: Battle Angel (2019), Sisi Manusiawi dan Emosional Cyborg

alita battle angel sisi manusiawi emosional cyborg
20th Century Fox

I do not standby in the presence of evil!

Sinema petualangan fiksi ilmiah review Alita: Battle Angel, tentang sisi manusiawi dan emosional cyborg.

Alita: Battle Angel adalah film adaptasi manga dalam dunia distopia dalam mengangkat sisi mansuiawi dan emosional figur utama berupa cyborg.

Alita: Battle Angel merupakan satu-satunya film Hollywood adaptasi manga Jepang yang sukses secara global dan kini berstatus cult, diantara maraknya kampanye negatif sejumlah film kontroversial "woke" dalam politik identitas.

Film ini memiliki kisah menarik, aksi laga fantastis, visual impresif, serta tentu saja penulisan karakter figur yang menonjolkan sisi manusiawi dan emosional dari sosok cyborg.

Hollywood seringkali kesulitan dan gagal dalam adaptasi format live-action dari manga maupun anime, salah satunya yaitu "white washing" dalam peran figur.

Kekhawatiran itu mungkin saja terulang dalam film Alita: Battle Angel, dengan pemeran utama Rosa Salazar yang sesungguhnya keturunan Latin.

Untung saja wujud fisik figur dalam film, menggunakan Animasi 3D berdasarkan tekni "facial motion capture" yang menyerupai wujud dalam manga dengan mata besarnya itu.

Alita: Battle Angel diadaptasi dari serial manga Jepang dengan tema cyberpunk dan dunia distopia karya Yukito Kishiro berjudul Gunm atau dalam Bahasa Inggris yaitu Battle Angel Alita.

Pada awal tahun 1990’an, sineas James Cameron tertarik untuk melakukan adaptasi, namun kesulitan dalam mewujudkan tuntutan efek spesial melebihi teknologi yang tersedia.

Baca juga: Top 10 Karakter Wanita Heroik dalam Film

Waktu berlalu hingga James Cameron akhirnya menggarap film Avatar (2009) dan mencapai rekor sebagai film dengan pendapatan tertinggi sepanjang masa.

Proyek Alita: Battle Angel pun dilanjutkan, meski posisi sutradara diberikan kepada Robert Rodriguez yang sukses melalui film tipikal seperti trilogi Spy Kids.

Maka, saya pun penasaran setelah menyaksikan trailer film 
Alita: Battle Angel dan nama besar duet James Cameron dan Robert Rodriguez sekaligus tanpa aekspektasi, saya langsung tonton di bioskop.
 
review film alita battle angel
20th Century Fox

Alita: Battle Angel mengisahkan 300 tahun setelah masa “The Fall”, berupa kejatuhan akibat peperangan besar.

Suatu hari di sebuah tempat pembuangan rongsokan, Dr. Ido (Christoph Waltz) menemukan sosok cyborg yang masih hidup. Cyborg tersebut diperbaharui dan dinamakan Alita (Rosa Salazar). 

Melalui Dr. Ido, Alita mengetahui bahwa mereka hidup di sebuah kota yang bernama Iron City. Alita juga mempelajari bahwa di atas dunia mereka, terdapat kota terapung yang dinamakan Zalem, namun terlarang untuk dikunjungi.

Setelah bertemu dengan Hugo (Keean Johnson), Alita mulai berteman dan mereka saling tertarik satu sama lain. 

Kehadiran Alita mencuri perhatian dari Zalem, seorang mantan istri Dr. Ido yaitu Dr. Chiren (Jennifer Connely) kolega Vector (Mahershala Ali) yang mengabdi kepada sosok misterius Nova.

Sementara Alita mulai teringat masa lalunya sepotong demi sepotong, setelah ia menyelidiki aktivitas rahasia Dr. Ido. 

Alita mulai menyadari kekuatan istimewa yang ia miliki dan sangat penting sebagai dalam sejarah penemuan manusia, sekaligus menjadi ancaman bagi Nova.

Sekilas, premis Alita: Battle Angel mirip dengan film Blade Runner (1982) yang menekankan sisi manusiawi dan emosional dari sosok android ciptaan manusia. 

Poin terpenting pada karakter figur Alita, tentu saja sisi manusiawi dan emosional yang menyerupai manusia dalam proses perjalanan, meski tidak diketahui asal usul organ Alita, yaitu otak dan hati.

Baca juga: Blade Runner (1982): Dampak Penciptaan 'Manusia'

Narasi besar melalui alur cerita 
Alita: Battle Angel, serta berbagai adegan dan dialog dramatis film ini, menjadi ciri khas sejumlah film James Cameron terutama Avatar, mengingat ia menjadi salah satu penulis naskahnya.


Meski tidak megah seperti Avatar, berbagai arahan dan gaya penyajian Alita: Battle Angel memang menarik dan mengesankan, berkat kemampuan Robert Rodriguez memainkan ritme pas diantara drama emosional dan aksi laga spektakuler selama durasi dua jam tersebut.


ulasan sinopsis film alita battle angel
20th Century Fox

Beberapa penekanan pada awal cerita, diperlihatkan Alita begitu natural layaknya gadis remaja reguler, bagaimana saat melakukan interkasi dengan Dr. Ido dan sang asisten, serta bertualang dengan Hugo dan sejumlah teman nya.

Alita belajar banyak hal dan melakukan adaptasi dengan cepat terhadap lingkungan sekitar, seperti aksi pertama dalam permainan motorball, juga laga pertarungan pertama dengan sejumlah cyborg antagonis.

Semua adegan dramatis tersebut, mampu pompa adrenalin.

Hingga saat Alita menyadari amnesia yang ia alami dan menyadari potensi diri yang besar berkenaan dengan masa lalu, maka timbul serangkaian konflik, baik pertentangan dengan Dr. Ido, serta pertarungan dengan antagonis terkuat, Grewishka (Jackie Early Haley).

Beberapa elemen pelintiran pun hadir, mulai pertengahan hingga setelah tiga perempat cerita, sehubungan dengan sosok Dr. Chiren dan Hugo hingga Dr. Ido, yang mengakibatkan alur Alita: Battle Angel cukup rumit.

Meski menggunakan polesan wajah animasi 3D, aktris Rosa Salazar ternyata memiliki wajah yang cocok untuk tipikal karakter manga atau anime, termasuk adegan aksi laga yang pantas.


Begitu pula performa Christoph Waltz sebagai Dr. Ido yang digambarkan sebagai sosok bijak penuh karisma sekaligus sebagai “figur ayah”, terkait masa lalu sang putri yang ia wujudkan melalui Alita.

Penampilan Jennifer Connely masih menyita perhatian dan menjadi pesona sendiri dalam film ini, sedangkan Jackie Early Haley dengan polesan CGI sebagai cyborg antagonis Grewishka, bagaikan Thanos dalam Avangers: Infinity Wars.

Berbagai laga pertarungan Alita dengan para cyborg, terasa fantastis dan spektakuler, dengan gaya gerakan mirip dengan anime dalam kombinasi gaya gerak lambat ala The Matrix.

Begitu juga variasi sudut dari sorotan kamera, terutama saat Alita mengeluarkan beberapa jurus pamungkas.

Aksi seru dalam kompetisi megah permainan "motorball" tampak terinspirasi dari film klasik Rollerball (1975), yang tak kalah megah dan seru.

sisi manusiawi emosional cyborg alita battle angel
20th Century Fox
 
Sajian efek visual Alita: Battle Angel terasa sangat halus, baik pada figur cyborg maupun latar nya sendiri, kolaborasi pas antara visual digital dengan sorotan live-action.

Sejumlah momen menyentuh film ini adalah eksploitasi manusiawi dan emosional Alita akan hubungan istimewa dengan Hugo dan figur ayah Dr. Ido, tak lupa juga terhadap seekor anjing mungil.

Terkesan cenderung klise, Alita sebagai cyborg menjadi manusiawi layaknya manusia, mampu dieksekusi Robert Rodriguez atas visi James Cameron seperti dalam The Abyss, Terminator 2: Judgment Day, Titanic, maupun Avatar.


Baca juga: Terminator 2 : Judgment Day (1991), dari Antagonis Menjadi Protagonis

Akhir cerita film ini jelas memiliki potensi sekuel, meski saya memahami bahwa Alita: Battle Angel memang memiliki rangkaian kisah panjang, sehingga terkesan menggantung.

Bagaimanapun juga, Alita: Battle Angel mampu memberikan yang terbaik sebagai adaptasi manga dan anime versi Hollywood yang pernah ada, melalui sisi manusiawi dan emosional sosok cyborg Alita yang disukai dan menjadi favorit.

Terlepas dari potensi sekuel terhadap profit pendapatan film, Alita: Battle Angel bakal menjadi salah satu film yang dikenang sepanjang masa, karena kini semakin banyak penggemar secara global.

Bukti kesekian kali, bahwa James Cameron mempertegas karakter figur wanita heroik yang disegani layaknya
Terminator 2: Judgment Day (1991), Aliens (1986), serta Avatar (2009).

Itulah sinema petualangan fiksi ilmiah review Alita: Battle Angel, tentang sisi manusiawi dan emosional cyborg.

Score: 4 / 4 stars

Alita: Battle Angel | 2019 | Fiksi Ilmiah, Aksi Laga | Pemain: Rosa Salazar, Christoph Waltz, Jennifer Connely, Mahershala Ali, Ed Skrein, Jackie Early Haley, Keean Johnson | Sutradara: Robert Rodriguez | Produser: James Cameron, Jon Landau | Penulis: Berdasarkan manga Gunm karya Yukito Kishiro. Naskah: James Cameron, Laeta Kalogridis | Musik: Tom Holkenborg | Sinematografi: Bill Pope | Distributor: 20th Century Fox | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 122 Menit

Comments