Review Trilogi Film ‘Merdeka’

review trilogi film merdeka
Mediadesa, Margate House Films

Sinema petualangan review trilogi Merdekafilm Perang Kemerdekaan Indonesia di tahun 1947.

Selain drama biografi tentang tokoh sejarah atau pahlawan bangsa, terdapat film dengan genre aksi laga petualangan.

Trilogi film Merdeka terdiri dari film Merah Putih (2009), Darah Garuda (2010) serta Hati Merdeka (2011).

Sebuah genre dalam tema yang dirasa jarang ditemui dalam perfilman nasional, sehingga pada saat rilis, trilogi tersebut disambut dengan baik oleh banyak pihak.

Trilogi film Merdeka mampu meraih sukses besar, berkat kemajuan teknologi dalam industri perfilman dunia, serta kerjasama dengan sejumlah pihak dari Hollywood.

Gaya penyajian ketiga film dalam t
rilogi Merdeka dibuat lebih menarik, khususnya bagi generasi muda demi meningkatkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

Trilogi film Merdeka mengisahkan petualangan empat pemuda bangsa dari berbagai latar belakang sosial, etnik, suku, serta kepercayaan yang berbeda.

Dalam film Merah Putih, kisah lebih fokus kepada pendidikan militer dalam masa awal pembentukan Tentara Nasional Indonesia, pasca Deklarasi Kemerdekaan RI tahun 1947.

Saat itu, setelah Belanda bebas dari cengkeraman Nazi di Eropa, mereka menyerang dan ingin kembali menguasai Indonesia yang terbebas dari penjajahan Jepang.

Atas dasar revolusi dan motivasi ingin mengusir Belanda dari tanah air, banyak pemuda yang mendaftarkan diri menjadi tentara.

Mereka diantaranya seorang suku Jawa bernama Amir (Lukman Sardi) yang berprofesi sebagai guru dan memiliki istri bernama Melati (Astri Nurdin) yang tengah mengandung.

review trilogi merdeka film merah putih
Mediadesa, Margate House Films

Lalu ada Tomas (Donny Alamsyah), anak seorang petani dari Sulawesi yang keluarganya dibantai oleh tentara Belanda.

Kemudian ada Dayan (T. Rifnu Wikana) dari Bali, serta dua sahabat keturunan priyayi, anak saudagar kaya raya bernama Marius (Darius Sinathrya) dan Soerono (Zumi Zola).

Hampir di separuh cerita film, mereka menjalani serangkaian pendidikan di kamp pelatihan militer wilayah Pulau Jawa. 

Berbagai konflik terjadi pada diri Tomas yang selalu mendapatkan perundungan dari Marius, namun Amir dan Surono yang bersikap netral meredam nya.

Karena kemampuan mereka selama pendidikan, maka Surono dan Amir dipromosikan menjadi letnan untuk memimpin pasukan.

Mereka yang resmi menjadi bagian dari TNI, berada dalam pesta kelulusan, namun pasukan Belanda sektika menyerang mereka.

Hanya segelintir orang yang selamat dan mundur menuju pedesaan terdekat, termasuk kakak kandung Surono, yakni Senja (Rahayu Saraswati).

Maka uji tangguh mental dan nyali mereka mulai teruji, untuk menghadapi pasukan Belanda melalui taktik militer, selain ada bantuan gerilyawan sipil.
 
Merah Putih | 2009 | Pemain: Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, T. Rifnu Wikana, Zumi Zola, Astri Nurdin, Rahayu Saraswati | Sutradara: Yadi Sugandi | Produser: Connor Allyn | Penulis: Connor Allyn, Rob Allyn | Musik: Thoersi Argeswara | Sinematografi: Padri Nadeak | Distributor: Mediadesa, Margate House Films | Negara: Indonesia | Durasi: 108 Menit


Kisah film Darah Garuda melanjutkan petualangan Amir, Tomas, Dayan, Marius serta Senja bertemu dengan Kesatuan Tentara di bawah komando Jenderal Sudirman.

Atas keberanian dan kesuksesan misi mereka dalam film sebelumnya, Amir naik pangkat menjadi Kapten, sedangkan kawan-kawannya naik pangkat menjadi Letnan.

Mereka kini mengemban profesi sebagai tentara pasukan khusus dalam sebuah misi rahasia yang dibantu Sersan Yanto (Ario Bayu) dan pasukannya.

Misi tersebut yakni menghancurkan dan menduduki bandara yang dikuasai Belanda di bawah komando Mayor Van Gaartner (Rudy Wowor).
 
Darah Garuda | 2010 | Pemain: Donny Alamsyah, Rahayu Saraswati, Lukman Sardi, Darius Sinathrya, T. Rifnu Wikana, Rudy Wowor, Atiqah Hasiholan, Astri Nurdin, Ario Bayu, Alex Komang | Sutradara: Yadi Sugandi, Conor Allyn | Produser: Conor Allyn | Penulis: Connor Allyn, Rob Allyn | Musik: Thoersi Argeswara | Sinematografi: Padri Nadeak | Distributor: Mediadesa, Margate House Films | Negara: Indonesia | Durasi: 100 Menit


review trilogi merdeka film darah garuda
Mediadesa, Margate House Films
 
Film Hati Merdeka mengisahkan saat lima sekawan berada pada masa waktu satu tahun setelah kejadian di film sebelumnya. 

Kali ini mereka mendapatkan tugas untuk memburu kolonel Belanda tangguh yakni Raymer (Michael Bell), untuk mengakhiri penjajahan Belanda.

Namun Amir memiliki pandangan berbeda dan menolak misi tersebut, sehingga memilih mundur dan digantikan Tomas.

Amir kembali menjadi seorang guru, sedangkan Tomas, Marius, Dayan, dan Senja melanjutkan misi mereka menuju Pulau Bali.

Mereka pun bertemu dengan pimpinan gerilya bernama Wayan Suta (Nugie).

Berbagai kejutan pun terjadi saat mereka merancang strategi untuk menghantam Raymer dan pasukannya, tidak semudah yang mereka duga.

Hati Merdeka | 2011 | Pemain: Darius Sinathrya, T. Rifnu Wikana, Lukman Sardi, Astri Nurdin, Donny Alamsyah, Rahayu Saraswati, Mike Bell, Nugie, Ranggani Puspandya | Sutradara: Conor Allyn, Yadi Sugandi | Produser: Conor Allyn | Penulis: Connor Allyn, Rob Allyn | Musik: Thoersi Argeswara | Sinematografi: Padri Nadeak | Distributor: Mediadesa, Margate House Films | Negara: Indonesia | Durasi: 102 Menit

 
Trilogi film Merdeka mengingatkan saya akan komik Komando yang sempat terbit di awal tahun 1990’an.

Narasi nya mengisahkan petualangan sejumlah figur dalam menjalankan misi khusus selama Perang Dunia II di Eropa.

Selain itu, trilogi Merdeka sekilas memiliki premis dengan film Attack Force Z (1982) dengan lokasi di Asia Pasifik.

Secara keseluruhan, film trilogi Merdeka memang menarik dan menghibur, tentang mengenai petualangan empat pemuda tanah air dari beragam identitas.

Masing-masing dari mereka memiliki jiwa serta semangat berkobar melawan penjajah.

Film Merah Putih merupakan hal yang paling krusial, mengingat pengenalan karakterisasi keempat figur utama protagonis.

Selain itu, sejumlah figur pendukung pun tak kalah menarik, dalam latar adegan pendidikan militer, sangat menghibur.

Meski akhirnya cerita mulai mengendur terutama gaya penyajian aksi laga yang terkesan ringan.

Sementara dalam Darah Garuda, premis nya lebih fokus terhadap aksi intelijen dan spionase melalui serangkaian aksi yang cukup impresif.


review film hati merdeka
Mediadesa, Margate House Films
 
Sedangkan dalam Hati Merdeka, masih mengandalkan aksi intelijen dalam operasi khusus, namun tidak ada yang istimewa.

Penyelesaian film ini terkesan terburu-buru, serta begitu mudah ditebak alur ceritanya.

Letak keunggulan ketiga film ini tentu saja karakterisasi yang begitu kuat dan beragam, seperti Amir yang bijak dan netral, memiliki naruni manusiawi.

Tomas yang temperamental dan tidak takut mati, seorang yang memiliki adat keras ditambah trauma atas kematian keluarganya.

Marius hidup glamor dan berfoya-foya sebelum menjadi tentara, gemar mabuk, arogan.

Namun memiliki ketrampilan menguasai bahasa asing, mampu mengendarai mobil, bahkan mengemudikan pesawat dan kapal layar. 

Latar belakang Marius yang misterius akhirnya terungkap dalam Hati Merdeka.

Dayan yang pendiam namun mematikan, setia kawan, serta cenderung tenang. Ia dan Tomas rupanya memiliki latar belakang serupa.

Keempat figut tersebut memiliki karakter berlainan, Tomas dan Marius saling membenci hingga akhirnya memiliki ikatan kuat dari waktu ke waktu.

Ada satu hal yang dipaksakan terhadap figur Senja, saat ia sebagai penduduk sipil dengan mudahnya bisa mengoperasikan senapan dan bertempur layaknya tentara.


ulasan film hati merdeka
Mediadesa, Margate House Films
 
Sejumlah figur pendukung juga bermain baik, terutama aktor watak Indonesia senior blasteran Belanda, yakni Rudy Wowor sebagai Mayor Belanda sebagai lawan yang karismatik.

Mengapa dalam ketiga film tersebut, selalu ada figur antagonis tentara Belanda berpangkat tinggi berkepala plontos termasuk Raymer, serta selalu beringas? 

Sesuatu yang aneh sekaligus klise!

Pengembangan karakter empat figur itu, disajikan secara perlahan dalam trilogi Merdeka, melalui kilas balik masa lalu.

Oleh karena itu, audiens akhirnya semakin paham akan kondisi rumit sisi manusiawi terhadap keberagaman bangsa Indonesia.

Masing-masing film yang berdurasi sekitar 1 jam 45 menit rasanya cukup pantas, mengingat materi yang disuguhkan komplit dan tidak monoton.

Meski demikian, penyelesaian aksi laga pertempuran cenderung cheesy dengan gaya komik, terutama dalam dua film terakhir.

Perpaduan gaya baku tembak dan kombatan dalam trilogi Merdeka disajikan ala Rambo atau filmnya Chuck Norris.

Hal itu disajikan dengan teknik visual modern seperti Saving Private Ryan (1998) atau The Thin Red Line (1998).

Ternyata sejumlah kru film pernah terlibat di kedua film yang disebut terakhir.

Ditambah dengan kekerasan sadis ala Inglorious Basterds (2009) atau Fury (2014), trilogi Merdeka cocok diadaptasi ke dalam bentuk novel grafis.
 
Trilogi Merdeka pantas untuk dinikmati sebagai sebuah hiburan akan film perang kemerdekaan melalui keberagaman, meski beberapa hal diluar nalar menjadi bumbu penyedap aksi laga seru.

Average Score : 2.5 / 4 stars

Itulah sinema petualangan review trilogi Merdekafilm Perang Kemerdekaan Indonesia di tahun 1947.

Comments