Footloose (1984): Ketika Dansa Menjadi Aktivitas Terlarang

footloose dansa terlarang
Paramount Pictures

Sinema drama musikal review Footloose, film yang mengisahkan tentang aktivitas dansa menjadi terlarang.

Bayangkan jika aktivitas berupa dansa dilarang di sebuah kota kecil, apa pengaruhnya terhadap psikologi para remaja?

Pelarangan itu termasuk mendengarkan semua lagu hits atau pop maupun rock yang berpotensi mengakibatkan dosa, 

Ide film Footloose terinspirasi dari peristiwa nyata yang terjadi di Elmore City, Oklahoma.

Komunitas kota tersebut dikontrol kaum relijius yang melarang aktivitas dansa, karena dikhawatirkan akan membuat orang menjadi mabuk dan berzinah.

Baca juga: Grease (1978): Jatuh-Bangun Asmara dalam Citra Diri Geng Remaja

Premis kontroversial tersebut itu kemudian dituangkan ke dalam naskah oleh Dean Pitchford, beserta lirik tema lagu –dengan judul yang sama- yang nantinya dibawakan Kenny Logins.


Meski secara kritik kurang memuaskan, kesuksesan film ini berhasil meluncurkan karir Kevin Bacon dan Lori Singer. 

Adapun film ini juga menjadi penampilan awal Sarah Jessica Parker yang kemudian populer dalam serial Sex and the City.

Footloose berstatus cult dan menjadi ikonik itu pula sukses dalam penjualan soundtrack albumnya yang terjual hingga lebih dari 9 juta kopi dalam pasar domestik saja. 

Tema lagu Footloose yang dibawakan oleh Kenny Loggins sempat meraih nominasi Oscar dan Golden Globe Awards.

Kepopuleran film tersebut akhirnya diadaptasi melalui pertunjukkan musikal di tahun 1998 dan pembuatan ulang di tahun 2011.

sinopsis film footloose
Paramount Pictures

Footloose menceritakan tentang seorang remaja bernama Ren McCormack (Kevin Bacon) bersama ibunya dari Chicago, 
pindah ke kota kecil Bomont di Utah. 

Mereka berdua tinggal bersama dengan keluarga dari saudara kandung ibunya.

Saat di sekolah, Ren berteman dengan Willard (Chris Penn), bahwa aktivitas dansa dan mendengarkan musik pop/rock dilarang di kota tersebut.

Saat Ariel (Lori Singer) diperkenalkan oleh ayahnya yakni Pendeta Shaw (John Lithgow) kepada Ren dan ibunya, Ariel dan Ren saling tertarik. 

Atas kecemburuan kekasih Ariel bernama Chuck, ia pun menjebak Ren, sehingga Shaw melarang Ariel bergaul dengan Ren. 

Shaw adalah salah satu anggota dewan sekaligus pendeta yang mencetuskan pelarangan aktivitas dansa dan mendengarkan musik pop/rock.

Is berpandangan bahwa hal tersebut membawa dosa dan pengaruh negatif bagi remaja.

Ren yang memiliki hasrat akan dansa dan mempertanyakan aturan tidak masuk akal tersebut, berniat untuk mengajukan aktivitas prom night untuk kelas senior. 

Didukung oleh Ariel, Willard dan teman-temannya, Ren mengajukannya saat pertemuan di Balai Pertemuan.

Mirip dengan film Saturday Night Fever (1977), Flashdance (1984) atau bahkan Dirty Dancing (1987), Footloose boleh dibilang sebagai film drama musikal yang fokus pada aktivitas dan hasrat akan dansa yang dilakukan oleh figur utamanya. 


review film footloose
Paramount Pictures

Saat adegan pembuka berupa pembuka serta judul kredit-nya pun, langsung diputar tema lagu Footloose yang dinyanyikan Kenny Loggins.

Visualnya berupa sejumlah gerakan kaki yang mengenakan sneakers mengikuti irama lagu.

Kemudian adegan beralih dengan memperlihatkan beberapa pemandangan indah, dengan latar pegunungan salju di sekitar kota kecil bernama Bomont. 

Terdengar suara khotbah Pendeta Shaw dalam gereja, secara bersamaan melalui teknik split, adegan beralih di dalam gereja saat ia menyampaikan pengaruh buruk musik rock & roll dan pornografi.

Dari adegan tersebut sudah jelas, ada kesan yang timbul bahwa Pendeta Shaw sendiri tampak ‘mengerikan’. 

Kemudian saat kamera menyorot karakter Ren, sepertinya ia gelisah dengan khotbah Shaw.

Bahkan hingga Ren dan Ibunya beserta keluarga pamannya sedang berbincang dengan Shaw dan sepasang suami-istri bernama Roger dan Eleanor.

Ren memberitahukan bahwa ia menyukai buku Slaughter House Five, dan sontak respon Roger-Eleanor terlihat begitu negatif.

Yang mengejutkan adalah figu
r Ariel yang notabene puteri seorang Pendeta (Shaw) bertindak liar dan cenderung memiliki hasrat bunuh diri meski hanya bersenang-senang.

Ia nekat bediri diantara dua mobil yang sedang melaju di hadapan sebuah truk yang berlawanan arah.

Tak hanya itu, ia dalam kesempatan lain, sengaja berdiri di hadapan kereta yang melaju ke arahnya yang membuat Ren ketar-ketir.

Dua figur utama Ren dan Ariel adalah salah satu contoh remaja yang kritis dan mempertanyakan sesuatu yang absurd terjadi di kota Bomont. 

Mereka juga memiliki latar belakang keluarga dengan masa lalu yang boleh dibilang sama-sama kelam.

ulasan film footloose
Paramount Pictures

Ren sebagai anak kota tentu memiliki pengalaman lebih dibandingkan remaja di kota kecil seperti Bomont, adalah seorang remaja regular yang kehilangan sosok ayah sejak pergi meninggalkan ibunya.

Sementara Ariel sengaja melakukan keliaran dan kenalakan remaja pada umumnya untuk mempertanyakan tindakan ‘radikal’ ayahnya berkenaan dengan kehidupan sosial.

Hal tersebut tentu saja berkaitan dengan trauma tewasnya beberapa remaja yang mabuk dan ngebut di jembatan, hingga mengakibatkan mereka tewas di masa lalu.

Figur kuncinya tentu saja Pendeta Shaw yang sedang ‘tersesat’ dan sepertinya terjebak alih-alih memanfaatkan posisi tanggung jawab besar spiritual semua penduduk kota.

Shaw berargumen bahwa insiden tewasnya para remaja di masa lalu, gara-gara musik rock dan aktivitas dansa, sehingga melarang semua bentuk itu dengan dalih ‘kejahatan’. 

Untung saja ia memiliki istri (Dianne Wiest) yang sangat setia, sabar dan penuh pengertian, di saat bersamaan berusaha meluruskan kembali hati Shaw.

Meski sekilas terkesan cheesy, secara keseluruhan arahan Herbert Ross melalui dialog dan adegan mampu memainkan emosi sekaligus mempertahankan mood audiens,.

Alur ceritanya mampu melarutkan audiens untuk terus mengikutinya hingga akhir.

Masing-masing aktor/aktris di film ini, terutama John Lithgow tampil prima sebagai seorang yang selama ini tidak tahu apa yang ia sesungguhnya lakukan.

Adapun aktris Lori Singer melakukan tugasnya secara impresif terutama dialog dramatisnya dengan figur Shaw.

aktivitas dansa terlarang film footloose
Paramount Pictures

Performa Kevin Bacon dalam film ini malah lebih menarik saat melakukan berbagai adegan dansa, dengan teknik koreografi yang menakjubkan.


Terdapat dua adegan paling dikenang, yang pertama yakni ketika ia melampiaskan kemarahannya melalui berbagai gerakan dansa.

Latar adegan itu berada dalam sebuah pabrik pengolahan baja, melalui sorotan semi-siluet dan gerakan slow-motion yang berulang kali, serta diiringi lagu Kenny Loggins "I’m Free".

Hal kedua tentu saja adegan dansa dalam acara prom night yang paling epik di film ini. 

Adegan yang berdurasi selama empat menit tersebut begitu ikonik dan meriah terutama dari sisi koreografi.

Selain itu, teknik sorotan kamera yang terkadang overlapping dengan beberapa refleksi bulatan cahaya berwarna yang transparan, tumpukan balon di bagian bawah, serta sparkling rain sungguh impresif.

Adegan adu balap traktor antara Ren dan Chuck yang diiringi lagu Bonnie Tyler "Holding Out of a Hero" yang menggenjot adrenalin, juga menarik dan seru.


Sejumlah adegan saat Ren melatih Willard yang diiringi lagu Deniece Williams "Let’s Hear it for the Boy", terlihat sangat menarik akan berbagai sorotan dalam sekuen yang mengundang tawa.

Musik dan lagu pengiring soundtrack era 80’an menurut saya adalah yang terbaik dalam hal membangkitkan semangat akan sinkronisasi antara adegan dan musik secara solid serta sepenuh hati.

Footloose adalah salah satu contoh film dansa musikal terbaik yang menginspirasikan banyak film sejenis dalam generasi berikutnya. 

Apa jadinya jika aktivitas dansa menjadi hal yang tabu dan terlarang?

Demikian sinema drama musikal review Footloose, film yang mengisahkan tentang aktivitas dansa menjadi terlarang.

Score : 4 / 4 stars

Footlose | 1984 | Drama, Musikal, Dance | Pemain: Kevin Bacon, Lori Singer, Dianne Wiest, John Lithgow, Chris Penn, Jim Youngs, Sarah Jessica Parker | Sutradara: Herbert Ross | Produser: Lewis J. Rachmil, Craig Zadan | Penulis: Dean Pitchford | Musik: Tom Snow, Jim Steinman, Kenny Loggins, Dean Pitchford | Sinematografi: Ric Waite | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 110 Menit

Comments