Ave Maryam (2019): Roman Artistik yang Kontroversial

review ulasan film ave maryam
Summerland

Jika surga belum pasti untuk saya, buat apa saya mengurus nerakamu.
 
Sinema Indonesia, review film Ave Maryam tentang roman artistik yang kontroversial.

Sebuah film kontroversial yang mengangkat isu agama, mampu dengan jujur mengeksplotasi sisi alamiah dari dua insan manusia, dibalut melalui roman artistik, yakni Ave Maryam.

Isu agama adalah hal sensitif terutama di negeri ini, termasuk dalam bentuk film tentunya. 

Ave Maryam adalah sebuah gebrakan besar, buah karya sineas Ertanto Robby Soediskam dengan peran utama yakni Maudy Koesnaedi.

Sebelum dirilis di bioskop Tanah Air, film yang masih menggunakan judul Salt Is Leaving the Sea, sempat screening dalam Hanoi International Festival di tahun 2018.

Selain itu, sejak menggunakan judul Ave Maryam, di tahun yang sama premier di sejumlah ajang festival seperti Hongkong Asian Film Festival, dan Cape Town International Film Market & Festival.

Puncak keberhasilan film ini yakni memenangi kategori Best Editing dalam 4th Asean International Film Festival & Awards.

Sebagaimana yang saya ketahui, terdapat dua versi yang tidak disensor yakni 85 menit dan 74 menit, namun masih simpang-siur berita yang sesungguhnya sejak Ertanto membantah durasi sepanjang 85 menit. 

Sedangkan versi tayang bioskopnya berdurasi 73 menit.

review kontroversial ave maryam
Summerland

Hingga akhirnya Netflix menayangkan Ave Maryam di bulan September lalu, namun dengan versi yang telah disensor oleh Badan Sensor Film sebanyak total 73 menit.

Adegan film Ave Maryam yang terilhami dari kisah nyata, diawali saat Suster Maryam (Maudy Koesnaedi) sedang berdoa di sebuah Gereja. 

Lalu adegan beralih dengan mencantumkan nama lokasi yakni Kesusteran Mitra Sepuh di Semarang, tahun 1980.

Maryam bekerja sebagai seorang Suster yang mengurusi para Suster berusia lanjut dan yang sedang sakit. 

Kesusteran tersebut dipimpin oleh Romo Martin (Joko Anwar), sedangkan Suster Mila (Olga Lydia) selaku penanggung jawab, sementara itu terdapat Suster Senior bernama Monic (Tutie Kirana).

Suatu hari mereka kedatangan seorang Romo Yosef (Chicco Jerikho) yang akan memimpin sebuah Gereja di Kesusteran tersebut. 

Yosef yang masih berusia muda, memimpin paduan suara guna mempersiapkan acara Natal, tampak memiliki karakter yang mencuri perhatian Maryam.

Begitu pula saat Yosef tertarik pada Maryam, hingga hubungan terlarang perlahan terjalin diantara keduanya. 

Apa yang terjadi kemudian mengakibatkan sejumlah dampak yang melabrak tabu dan mempertanyakan kesetiaan iman.

Terlepas dari sejumlah kontroversi pro-kontra atau apapun istilahnya, film Ave Maryam tentu terasa tanggung untuk dinikmati dalam versi yang telah disensor. 

Sejatinya film tersebut jika tanpa disensor, tentu semakin bermakna dan dapat dinilai secara utuh sebagai apresiasi seni yang perseptif.

roman artistik ave maryam
Summerland

Meski yang saya baca dari sejumlah sumber, latar belakang karakter Maryam yang tadinya seperti apa, cukup mudah untuk memahami arah dan tujuannya kemana setidaknya hingga di tiga perempat cerita.

Apakah Maryam mendapatkan panggilan atau menemukan sesuatu yang istimewa dalam pengabdiannya, tampak cukup jelas melalui gestur, sikap serta sepanjang adegan film.

Problema terbesar pada karakter Maryam, jelas terdapat pada konflik batinnya sendiri saat ia bertemu dengan Yosef, 
berkelanjutan hingga di akhir cerita tidak menjelaskan dengan tuntas, kemana arah hidupnya melangkah. 

Memang dalam akhir sebuah film, hal tersebut bersifat argumentatif dan bisa diterima oleh audiens.

Adapun figur Yosef memang sejak semula mudah diduga motifnya, berdasarkan gejolak serta berbagai tanda pemberontakan layaknya pemuda alamiah, dalam menelusuri jati diri dan arah hidupnya.

Yang menarik di film ini adalah karakter Suster Monic yang digambarkan cukup misterius dan sedikit ambigu, terlebih ia tidak pernah berkomunikasi sepatah kata pun kepada Maryam. 

Suster Monic merupakan karakter kunci yang akan mengungkapkan alur selanjutnya.

Tanpa banyak dialog dan sekalinya berdialog –terutama ucapan yang berasal dari Yosef kepada Maryam- dijejali hal yang bersifat puitis.

Roman film Ave Maryam begitu kuat, maksudnya tidak hanya hubungan ‘terlarang’ antara Yosef dengan Maryam saja, namun suasana yang dibangun melalui interaksi dalam adegan serta setting yang diimplementasikan.

sinopsis film ave maryam
Summerland

Dalam ritme yang dibangun dengan tempo lambat, tidak semerta-merta membosankan. 

Visualisasi jenius kolaborasi antara visi dari Ertanto, eksekusi sinematografer Ical Tanjung serta tim desainer produksi, mampu menghanyutkan suasana adegan di sebuah Kesusteran menjadi menarik.

Penataan interior dan eksterior, teknik pencahayaan dan pewarnaan serta trik sorot kamera, mampu memainkan rasa terhadap suasana yang tenang menyejukkan, sekaligus misterius dan romantis, hingga bahkan mengejutkan dan selalu membuat penasaran.

S
uasana sendu dan remang tercipta saat Maryam memandikan dan merawat Suster lanjut usia atau Suster Monic yang sedang sakit, atau suasana khusyuk saat beribadah di dalam Gereja Katholik yang megah dan menjulang tinggi, 

Atmosfir damai hadir dalam dialog di area pemakaman komplek Kesusteran tanpa kesan angker, hingga berbagai sudut di kota Semarang, termasuk sebuah kafe romantis, hingga perjalanan menuju pantai sepi diantara deretan pohon tinggi, menjadi keunggulan film ini.

Tak ketinggalan, tema musik “Sacret Heart” yang indah itu memompa emosi untuk lebih larut dalam rasa yang dialami oleh kedua karakter utamanya.

Meski film Ave Maryam terkesan terlalu menonjolkan aura romansa yang kuat, yang saya rasakan kurang realistis, namun mampu ditutupi dengan totalitas performa Maudy yang gemilang dan memukau.

Bagi yang penasaran dengan film ini, sebaiknya tidak perlu membaca sinopsisnya, coba tonton dan ikuti adegan demi adegannya hingga akhir. 

Film Ave Maryam dengan jujur dan apa adanya, secara artistik mengeksploitasi sisi dasar alamiah dua insan manusia.

Demikian sinema Indonesia, review film Ave Maryam tentang roman artistik yang kontroversial.  

Score: 3 / 4 stars

Ave Maryam | 2019 | Drama | Pemain: Maudy Koesnaedi, Chicco Jerikho, Tutie Kirana, Olga Lydia, Joko Anwar, Nathania Angela | Sutradara: Ertanto Robby Soediskam | Produser: Ertanto Robby Soediskam, Tia Hasibuan | Penulis: Berdasarkan kisah nyata. Naskah: Ertanto Robby Soediskam | Musik: Rooftop Sound | Sinematografi: Ical Tanjung | Distributor: Summerland | Negara: Indonesia | Durasi: 73 Menit

Comments