Tenggelamnya Kapal van der Wijck (2013), Roman Puitis Cinta Terbelenggu Adat Istiadat
Soraya Intercine Films |
Sinema drama review Tenggelamnya Kapal van der Wijck, sebuah film roman puitis cinta terbelenggu adat istiadat.
Tenggelamnya Kapal van der Wijck merupakan sebuah novel roman mahakarya pujangga sastra Indonesia, Hamka.
Novel bersambung itu terbit pada tahun 1938, dua tahun setelah peristiwa tenggelamnya Kapal van der Wijck di Lamongan, Jawa Timur.
Adaptasi filmnya memakan waktu lima tahun, termasuk pembuatan replika Kapal van der Wijck dari Belanda.
Tema percintaan dua insan dalam narasi Tenggelamnya Kapal van der Wijck, fokus kepada belenggu adat istiadat setempat di masa kolonial.
Tenggelamnya Kapal van der Wijck menjadi film terlaris selama tahun 2013 dengan menmebus lebh dari 1,7 juta penonton.
Film ini juga menerima berbagai penghargaan dan nominasi dari ajang bergengsi perfilman Indonesia.
Kisah Tenggelamnya Kapal van der Wijck mengambil latar belakang masa kolonial di tahun 1930'an di Hindia Belanda (Indonesia).
Bermula dari tanah Makassar, Zainuddin (Herjunot Ali) merantau menuju kampung halaman mendiang ayahnya di Padang Panjang.
Kehadiran Zainuddin sesungguhnya kurang diterima oleh komunitas masyarakat setempat.
Hal itu terjadi apalagi saat ia bertemu dan jatuh cinta dengan Hayati (Pevita Pearce) dan mereka menjadi sepasang kekasih.
Percintaan mereka akhirnya menjadi belenggu dalam adat istiadat yang tidak disetujui keluarga dan komunitas adat.
Soraya Intercine Films |
Zainuddin merupakan pemuda keturunan Makassar, sedangkan Hayati adalah gadis Minang keturunan bangsawan.
Terusir dari tanah Minang, Zainuddin merantau menuju Padang Panjang.
Bersama dengan Hayati mereka mengikat janji setia satu-sama lain untuk nantinya kembali bertemu.
Suatu hari Hayati memiliki kesempatan berkunjung ke Padang Panjang bertemu dengan sahabatnya, Khadijah.
Kakak Khadijah, Aziz (Reza Rahadian) tertarik kepada Hayati dan segera meminangnya.
Keluarga Hayati pun langsung setuju dan memaksa dirinya menikah dengan Aziz.
Zainuddin yang kecewa dan sakit hati sempat mengalami guncangan jiwa.
Dibantu sahabatnya Muluk (Randy Danishta), mereka merantau ke Surabaya untuk bekerja sebagai penulis di sebuah penerbitan bukan dan surat kabar.
Nasib Zainuddin berubah drastis setelah mengecap kesuksesan sebaagi penulis roman berdasarkan kehidupan pahitnya.
Sementara Hayati yang tidak hidup bahagia, ikut sang suami yang pindah dinas ke Surabaya.
Pertemuan keduanya kembali terjadi dalam sebuah jamuan di kediaman mewah Zainuddin.
Namun kisah berikutnya bakal menjadi lebih berat bagi mereka berdua.
Soraya Intercine Films |
Mengadaptasi novel sekelas Hamka seperti Tenggelamnya Kapal van der Wijck ke dalam film, tentu tidak mudah.
Saya hanya menonton adaptasi film versi 2013 yang berdurasi hampir tiga jam, dan itupun dirasa masih ada sejumlah bagian yang "hilang".
Adapun narasi Tenggelamnya Kapal van der Wijck sangat mengesankan.
Apa yang disampaikan oleh sutradara Sunil Soraya begitu jelas dan terarah, serta mampu mengeksekusinya dengan begitu baik.
Atmosfir akan tema percintaan yang terbelenggu adat istiadat begitu kuat, disertai dengan gaya bahasa puitis membahana.
Aspek dialog dalam film inilah yang menjadi salah satu kekuatan utama, setidaknya terdapat dalam dua adegan signifikan dan sangat menyentuh.
Adegan pertama yakni saat Hayati berpisah dengan Zainuddin dan mereka mengikat janji setia satu-sama lain.
Adegan kedua bagaikan antisesis saat Zainuddin mengutarakan kekecewaan mendalam kepada Hayati.
Sedangkan beberapa surat yang dinarasikan oleh suara Hayati kepada Zainuddin pun kaya akan bahasa puitis indah.
Penilaian saya mungkin akan berbeda jika nantinya akan menyaksikan versi extended selama 3,5 jam.
Soraya Intercine Films |
Beberapa hal yang dieksekusi seadanya, seperti tenggelamnya Kapal van der Wijck sendiri, terkesan lewat begitu saja.
Film ini hanya fokus kepada figur yang menaiki kapal yang "sibuk" dengan narasi sebuah surat.
Begitu pula adegan setelah insiden tersebut, terasa bahwa ada yang "hilang" dari perputaran waktu yang terlalu cepat?
Itulah salah satu alur dan setting lokasi yang sepertinya janggal bagi saya.
Selain itu, adegan Kapal van der Wijck yang sedang berlayar di lautan, sekilas terkesan seperti menyaksikan objek miniatur dengan CGI.
Padahal kenyataannya memang replika dengan ukuran 1:1.
Begitu pula adegan di Kota Tua Jakarta yang mengisahkan Batavia, sulit untuk "masuk" ke dalam suasana era 30'an secara keseluruhan terutama atmosfir latar nya secara utuh.
Bagaimanapun juga, aspek visual secara keseluruhan sangat mendukung suasana drama epik tersebut.
Latar eksotis dalam adegan di tanah Makassar dan Minang, serta suasana di Kota Surabaya, mampu disajikan dengan sangat baik.
Soraya Intercine Films |
Apalagi kediaman mewah dan megah Zainuddin bak istana di tengah landskap hijau yang luas, juga terasa bagaikan sungguhan.
Transisi vokal dialog antar-figur dengan lagu tema yang dibawakan Nidji "Sumpah dan Cinta Matiku", awalnya dirasa sedikit mengganggu meski kemudian menjadi emosional.
Hanya saja disayangkan untuk lagu dalam adegan tarian saat Zainudidn menjamu para tamu undangan di kediaman mewahnya.
Terdengar lagu Bahasa Belanda dengan gaya modern, bukannya bergaya lagu klasik.
Untuk urusan akting, tentu sudah tidak perlu diragukan lagi kepada untuk Pevita Pearce, Herjunot Ali, serta Reza Rahadian.
Peran mereka mampu melekat erat dengan figurnya masing-masing melalui berbagai ekspresi yang pas.
Tampaknya judul "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" memang tricky, untuk sebuah roman puitis percintaan dua insan yang terbelenggu adat istiadat setempat.
Insiden tenggelamnya Kapal van der Wijck, boleh dikatakan sebagai pelengkap untuk mencapai tujuan dari keseluruhan narasi ceritanya.
Demikian sinema drama review Tenggelamnya Kapal van der Wijck, sebuah film roman puitis cinta terbelenggu adat istiadat.
Score: 3 / 4 stars
Tenggelamnya Kapal van der Wijck | Drama | Pemain: Pevita Pearce, Herjunot Ali, Reza Rahadian, Randy Danishta, Arzetti Biblina, Kevin Andrean, Jajang C. Noer | Sutradara: Sunil Soraya | Produser: Ram Soraya, Sunil Soraya | Penulis: Berdasarkan novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck karya Hamka. Naskah: Donny Dhigantoro, Imam Tantowi | Musik: Andi Ariel Harsya | Sinematografi: Yudi Datau | Distributor: Soraya Intercine Films | Negara: Indonesia | Durasi: 164 menit
Comments
Post a Comment