Dirty Harry : The Enforcer (1976)

review film the enforcer
Warner Bros Pictures

… terdengar suara radio di mobil polisi : “All units, be advised that this is a 406”
DiGiorgio : “Harry, it is an ‘all units’”
Harry Callahan : “MARVELOUS”
… mereka berdua pun segera bergegas menuju lokasi kejadian.

Kata “marvelous” yang diucapkan Callahan tadi, merupakan kata populer yang terucap beberapa kali di sepanjang cerita dari seri ketiga Dirty Harry, berjudul The Enforcer. Dan San Fransisco finest is back!


Kali ini, Callahan harus berhadapan dengan sekelompok teroris yang menamakan dirinya People’s Revolutionary Striking Force (PRSF).

Tidak seperti Magnum Force (1973) yang masih mengisahkan misteri pembunuhan oleh polisi patroli, film The Enforcer lebih fokus pada aksi laga pertarungan antara Callahan dengan grup militan yang meneror sejumlah orang, termasuk Walikota San Fransisco.

Naskah film ini bermula dari duet penulis Gail Morgan Hickman dan S.W. Schurr yang diilhami dari dua film sebelumnya dan peristiwa penyanderaan Patty Hearst, yang melibatkan kelompok teroris.


Setelah melobi partner bisnisnya Clint Eastwood, naskah tersebut dikombinasikan dengan naskah yang sedang dikerjakan oleh Stirling Silliphant, atas inisiasi Eastwood sendiri.

Baca juga: Dirty Harry : Magnum Force (1973)

The Enforcer mengisahkan Callahan (Clint Eastwood) yang dipindahkan ke bagian personalia, atas tindakan brutalnya membasmi beberapa perampok di sebuah toko minuman keras.


Sementara di lokasi lain, grup teroris PRSF yang dipimpin Bobby Maxwell (DeVeren Bookwalter) sedang merampok amunisi militer. Frank DiGiorgio (John Mitchum) dan rekannya yang hendak membekuk mereka, malah tewas tertembak.
 
review dirty harry the enforcer
Warner Bros Pictures

Callahan kemudian ditugaskan kembali oleh Letnan Bressler (Harry Guardino), untuk menyelidikinya atas kematian DiGiorgio yang sempat menjadi rekannya itu. Namun ia terkejut saat mendapat partner seorang wanita yang belum berpengalaman di lapangan, yakni Kate Moore (Tyne Daly).

Kapten McKay (Bradford Dillman) mencurigai pelaku teroris mengarah kepada grup militan bernama Uhuru, yang dipimpin oleh “Big” Ed Mustapha (Albert Popwell), tapi Callahan memiliki pendapat yang berbeda. Sementara itu, teroris PRSF berhasil menculik Walikota untuk meminta uang tebusan.

The Enforcer memiliki aspek cerita yang membuang jauh elemen thriller suspens seperti pada dua film sebelumnya, sehingga terasa seperti aksi standar pada umumnya. Selain itu, alurnya pun kurang memberikan rasa penasaran yang besar akan adegan selanjutnya.

Perbandingan kontras jelas terlihat dalam Magnum Force yang sengaja menyembunyikan identitas pembunuh atau di film pertamanya meski identitas pembunuhnya diperlihatkan.

Namun dari sisi psikologis dan fisiknya terekspos kuat, melalui alur cerita yang dibangun perlahan sekaligus memainkan pengembangan karakter di kedua sisi antara protagonist dan antagonisnya.

Bagaimanapun juga kejutan berupa karakter Kate, seseorang yang kebetulan wanita namun isu terpentingnya yakni ia belum berpengalaman, merupakan salah satu keunggulan film ini.


Bisa anda bayangkan jika The Enforcer diproduksi saat ini, bakal ramai oleh agenda omong kosong berupa politik identitas Sayap Kiri (Far Left), sebagai “emansipasi” dalam kepolisian.

Padahal, Callahan tahu persis siapa yang memiliki kriteria untuk pantas menjadi seorang polisi lapangan, khususnya yang menangani kasus pembunuhan.

Film ini menampar keras para SJW (Social Justice Warrior) sekaligus memiliki pesan kuat implisit, atas upaya konyol pembaharuan dalam tubuh kepolisian untuk menyingkirkan Callahan yang dianggap sebagai “dinosaurus” yang sebentar lagi akan punah.


ulasan sinopsis the enforcer
Warner Bros Pictures

Menariknya film ini sudah memprediksi jauh di masa datang, khususnya melalui dialog dalam adegan Callahan dan beberapa polisi sedang mewawancara seorang kandidat, banyak sindirian tajam, terkait isu: feminisme, seksisme, misoginis dan sebagainya. 

Untungnya karakter Kate adalah seorang yang tahu diri akan kapasitasnya dengan memperlihatkan kecerdasan dan cepat belajar dalam situasi genting.

Karakter antagonis Maxwell beserta komplotannya, tak lebih sebagai penjahat kejam tanpa tanpa motif yang jelas. Malah karakter “Big” Ed Mustapha sebagai pimpinan Uhuru lebih menonjolkan motif dan tujuannya yang se-tipikal dengan kelompok Black Panther Party.

Karakter McKay yang selalu bertengkar dengan Callahan, sama seperti Briggs dalam Magnum Force. Bagaimana Callahan dengan sinis dan gusar setelah disudutkan McKay, meresponnya dengan sindiran pedas.

Kekonyolan McKay sendiri juga membuat saya tertawa, seperti saat Callahan yang protes saat dipindahkan ke bagian personalia, dengan tegas berkata kepada McKay.

Callahan : "To Personel?? That’s for a**holes!
Dengan tersinggung, McKay tiba-tiba berdiri : “I was in Personnel for 10 years
Callahan : “Yeah”
 
Kata “marvelous” juga acapkali diucapkan oleh Callahan, ketika menghadapi situasi pelik atau ia sedang mengomel sendiri. Clint Eastwood sebagai Harry Callahan, tampaknya sudah terbiasa membawakan karakternya yang penuh gaya dan unik.

Menariknya berbagai adegan spektakuler kembali diperlihatkan secara megah, seperti bagaimana Callahan memberangus para perampok di toko miras serta penculikan Walikota San Fransisco oleh PRSF dengan menggunakan sebuah roket.


Adapun adegan pengejaran Callahan dan Kate terhadap seorang anggota PRSF yang membom kantor polisi, serta adegan baku tembak Callahan dan Kate dengan PRSF untuk membebaskan Walikota, menjadi keasyikan sendiri di film ini.

film dirty harry the enforcer
Warner Bros Pictures

Absennya Lalo Schifrin yang digantikan Jerry Fielding, ternyata tidak berpengaruh banyak pada scoring musik yang jazz itu.

Hal tersebut sangat kentara dalam adegan pengejaran Callahan terhadap pembom kantor polisi, begitu epik dengan durasi cukup lama mulai dari jalan raya, jatuh menerobos ke dalam ruangan yang sedang syuting film porno, hingga akhirnya berakhir di sebuah Gereja.

Baca juga: Dirty Harry : Sudden Impact (1983)

Gaya penyutradaraan James Fargo masih mampu menjaga intensitas adegan dengan menarik dengan berbagai kebrutalan yang ada, hanya saja extreme violence agak menurun dibandingkan film sebelumnya.

Kecuali adegan 'meriah' dalam otopsi otak jenazah yang disorot melalui refleksi bayangan cukup mengerikan, namun setelahnya, terjadilah dialog humor sarkasme dari seorang dokter bedah yang menyebabkan karakter Kate langsung keluar ruangan menahan mual, dan saya pun tetawa keras.

Dalam film ini terungkap alasan Callahan memilih pistol Magnum .44, dalam dialognya dengan Kate yang menjelaskan bahwa San Francisco cenderung memiliki hembusan angin cukup kencang, sehingga memudahkan penetrasi dari tembakan peluru yang lebih besar dan panjang.


Maka Kate pun menyindirnya: "Mengapa jika pria menjelaskan sesuatu, biasanya mengasosiasikan kepada seks?"

The Enforcer adalah sebuah sekuel Dirty Harry yang masih pantas untuk disimak, terutama adegan pamungkas di Penjara Alcatraz yang dikenang itu, sehingga tiga tahun kemudian Eastwood kembali dalam film Escape from Alcatraz.

Meski film ini mengalami sedikit penurunan performa, namun tetap saja masih memiliki energi yang sama, aksi yang memikat, serta tentunya humor yang tak kalah cerdasnya.

Score : 3.5 / 4 stars

The Enforcer | 1976 | Aksi Laga, Thriller | Pemain: Clint Eastwood, Harry Guardino, Bradford Dillman, Tyne Daly, DeVeren Bookwalter, John Mitchum | Sutradara: James Fargo  |  Produser: Robert Daley | Penulis: Berdasarkan karakter karya Harry Julian Fink, R.M. Fink dan Jo Heims. Naskah : Gail Morgan Hickman, S.W. Schurr | Musik: Jerry Fielding | Sinematografi: Charles W. Short | Distributor: Warner Bros Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 96 Menit

Comments