Blood Simple (1984) : Kesetiaan, Komitmen dan Paranoia
![]() |
Circle Films |
Sebuah film independen, perpaduan thriller suspens dengan gaya neo-noir yang menghadirkan kompleksitas karakter dengan tema kesetiaan, komitmen dan paranoia, menjadi fenomenal berkat debut brilian Coen Brothers dalam film Blood Simple.
Dipuji oleh banyak kritikus dan mendapat penghargaan di sejumlah ajang festival, judul filmnya sendiri diambil dari novel karya Dashiell Hammet, yakni Red Harvest (1929). Intisari dari narasinya yakni: ketakutan dalam pola pikir beberapa orang yang terkait akan adanya kekerasan.
Semula saya tebak, film ini mengisahkan seputar detektif dan penyelidikan yang klise, ternyata lebih dari itu sekaligus memutar-balikan segala pemikiran yang ada!
Kisah Blood Simple diawali dengan adegan di malam hari yang hujan, ketika Ray (John Getz) dan Abby (Frances McDormand) berada di dalam sebuah mobil, sambil berbincang, menuju suatu tempat.
Dari perbincangan mereka, diketahui bahwa Abby berselingkuh dengan Ray. Abby adalah istri pemilik sebuah bar, yang bernama Marty (Dan Hedaya), sedangkan Ray adalah pegawai Marty.
Marty mengetahui perselingkuhan mereka, setelah menyewa detektif swasta bernama Visser (M. Emmet Walsh) yang menyerahkan bukti foto kepadanya. Ia dan Ray bersitegang, sehingga Ray berhenti dari pekerjaannya dan meminta sisa upah kepadanya.
Marty yang merasa jengkel dan kesal, meminta kepada Visser untuk membunuh mereka berdua. Skenario pun dilakukan, ia pura-pura pergi ke luar kota, sementara Visser mendatangi mereka untuk membunuhnya.
![]() |
Circle Films |
Namun apa yang terjadi selanjutnya, merupakan sebuah permainan yang tidak akan pernah kita duga sebelumnya!
Kesan yang saya tangkap dalam awal cerita hingga pertengahan adalah kisah pembunuhan biasa. Sejumlah tebakan liar tertuju kepada empat karakter utamanya, sehingga pasti terjadi sebuah pengkhianatan diantara mereka semua.
Pertanyaan selanjutnya, apa motif dibalik semua itu, yang uniknya hingga akhir cerita pun tidak dijelaskan.
Film Blood Simple menurut saya tidak semerta-merta dikategorikan sebagai film neo-noir dan suspens thriller saja, namun diselipkan elemen yang terkesan seperti horor psikologis, melalui perpaduan rapih dan solid.
Awalnya, film ini tidak semenarik yang saya kira dan cenderung menjenuhkan. Alur melalui ritme lamban, dialog seadanya, serta akting standar, tiba-tiba dikejutkan dalam aksi Visser yang tak pernah disangka.
Mulai saat itulah, kisah selanjutnya bergulir dengan menarik.
Tema tentang kesetiaan dan komitmen antar karakter dalam konflik itupun pun semakin dipertanyakan, antara Abby dan Visser kepada Marty atau juga Abby terhadap Ray dan sebaliknya.
![]() |
Circle Films |
Efek psikologis yang menimbulkan paranoid diantara mereka berempat terjadi secara merata, saat pertama kali pembunuhan terjadi. Seakan mereka dipermainkan satu sama lain, secara tidak sengaja. Juga komitmen Visser terhadap Marty, menjadi kunci dari cerita di film ini.
Satu adegan yang paling mengena tentu saja saat salah satu karakter terkejut dengan sebuah penemuan terkait usaha pembunuhan, sehingga timbullah sebuah prasangka dan kepanikan besar.
Maka, terjadilah sebuah adegan ikonik yang memperlihatkan bahwa seseorang hendak meyakinkan dan sudah kepalang tanggung untuk menuntaskan tindakannya di sebuah jalan raya sepi di malam hari, sambil memegang sebuah sekop.
Menjelang akhir cerita, dalam keadaan yang panik dan intens, kemudian berubah mencekam, menguatkan unsur kelam dengan sedikit misteri dan aura horor yang begitu melekat.
Diperkuat dengan minimnya pemanfaatan scoring, maka lengkaplah sudah kengerian yang dibangun secara lebih natural.
Meski demikian, beberapa kejanggalan saya rasakan saat adegan memeriksa sebuah pistol, yang memperlihatkan tiga butir peluru yang terisi secara berurutan. Karena hal tersebut berkaitan dengan dimuntahkannya peluru, saat pistol ditembakkan, terkait dengan beberapa adegan berikutnya.
Juga tidak hadirnya dialog berupa penyampaian dari apa yang dialami oleh satu karakter terkait peristiwa trauma yang dialaminya, kepada karakter lainnya secara terus terang dan lugas, sehingga terasa absurd.
![]() |
Circle Films |
Sinematografi fantastis untuk film independen, menaikkan karir Barry Sonenfeld yang dikenal melalui film When Harry Met Sally (1989), Misery (1990), hingga menjadi sutradara The Addams Family (1991), Get Shorty (1995), Men in Black (1997) hingga Wild Wild West (1999).
Baca juga: The Addams Family (1991) : Humor Keluarga Supranatural Aneh, Namun Memikat
Dengan permainan warna yang sederhana namun elegan, tersajikan dalam sejumlah adegan menarik terkait sorotan kamera terhadap sorotan lampu truk yang akan mendekat, di kegelapan malam hari di jalan sepi.
Adapun adegan saat fajar menyingsing, tampak sorotan kamera jauh dari atas terhadap bentangan ladang luas memiliki banyak alur, juga tembok berbahan gypsum dalam ruangan gelap, disinari oleh beberapa lubang dari tembakan pistol di ruang sebelahnya yang terang.
Elemen pewarnaan begitu dominan seperti halnya neo-noir akan dominasi warna primer dlaam adegan tertentu, hingga busana yang dikenakan Visser dengan setelan jas dan topi fedora berwarna kuning muda/krem, mirip seperti yang digunakan karakter Dick Tracy.
Performa masing-masing aktor/aktrisnya pun cukup baik terutama M. Emmet Walsh sebagai Visser, mampu memperlihatkan kualitas aktingnya, dalam membawakan transformasi mulus karakter misterius, kontras dengan kesan pertamanya.
Tema kesetiaan, komitmen dan paranoia yang diangkat dalam film Blood Simple, begitu kentara melalui sejumlah adegan eksploitatif melalui ekspresi karakter yang pas, serta sinematografi yang handal.
Meski bukan favorit saya, film ini mampu memberikan nuansa realistis akan drama intens yang penuh tanda tanya.
Score : 3 / 4 stars
Blood SImple | 1984 | Drama, Thriller, Suspens, Neo-Noir | Pemain: John Getz, Frances McDormand, Dan Hedaya, M. Emmet Walsh, Samm-Art Williams | Sutradara: Joel Coen | Produser: Ethan Coen | Penulis: Joel Cohen, Ethan Cohen | Musik: Carter Burwell | Sinematografi: Barry Sonenfeld | Distributor: Circle Films | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 96 Menit
Comments
Post a Comment