Knives Out (2019) : Film ‘Whodunit’ Bertendensi Politik Identitas

knives out whodunit politik identitas
Lionsgate

Sinema drama misteri review 
Knives Out, film whodunit bertendensi politik identitas.

Istilah whodunit atau whodunnit mungkin masih asing di telinga awam, termasuk saya sebelumnya.

Kisah whodunit merujuk pada kisah fiktif tentang misteri kejahatan yang diselidiki oleh pihak berwenang, seperti detektif misalnya.

Ciri khasnya terdapat pada struktur dan alur cerita yang disajikan cukup rumit, melalui beberapa petunjuk yang dikumpulkan seperti potongan puzzle.

Oleh karena itu, audiens selalu penasaran dan sulit mengidentifikasi siapa pelaku sesungguhnya.

Contoh kisah whodunit terpopuler yakni terdapat dalam sejumlah novelnya Agatha Christie, melalui figur detektif Hercule Poirot.

Baca juga: Head to Head : Murder on the Orient Express 1974 vs 2017

Knives Out merupakan salah satu contoh film whodunit terbaru yang kini semakin jarang dirilis melalaui jalur utama Hollywood.

Sineas Rian Johnson yang kontroversial sejak Star Wars: The Last Jedi (2017), akhirnya membuat film menarik terkait elemen whodunit.

Knives Out hadir melalui ensemble cast legenda bersama dengan para bintang yang sedang naik daun, hingga pendatang baru.

ulasan sinopsis film knives out
Lionsgate
 
Film ini mengisahkan seorang novelis Harlan Thrombrey (Christopher Plummer) mengundang seluruh keluarganya, untuk merayakan ulang tahun ke-85 di sebuah kediaman mewah.

Setelah pesta perayaan, keesokan paginya Harlan ditemukan tewas di dalam kamar. 

Maka anak-anaknya pun diinterogasi oleh kedua detektif polisi bersama dengan seorang detektif swasta bernama Benoit Blanc (Daniel Craig).

Mereka yang dimintai keterangan yakni putri tertua Harlan bernama Linda (Jamie Lee Curtis) dan suaminya Richard (Don Johnson).

Adapun menantu Harlan yakni Joni (Toni Colette) sepeninggal suaminya Neil, serta putra bungsu Harlan bernama Walt (Michael Shannon).

Rupanya yang menjadi saksi kunci kematian Harlan yakni seorang perawat bernama Marta (Ana De Armas).

Marta mengungkap kesaksiannya dalam pesta hingga saat ia pulang tengah malam, sesaat sebelum waktu kematian Harlan yang masih dipertanyakan.

Selain itu, terdapat pula sejumlah figur yang terlibat di dalamnya yakni Ransom (Chris Evans) putra Linda dan Richard, lalu ada Meg (Katherine Langford) putri Joni.

Selain itu hadir Jacob putra Walt dan Donna, ibunya Harlan serta Fran seorang pembantu rumah tangga.

review film knives out
Lionsgate

Melalui durasi selama dua jam, Knives Out memberikan sebuah porsi besar dari sudut pandang figur Marta yang menarik perhatian Blanc terkait kematian Harlan.

Marta merupakan asisten pribadi Harlan sekaligus teman, serta telah dianggap bagaikan keluarga sendiri.

Hingga dalam proses penyelidikan, bahkan Blanc mengamati kemudian merekrut Marta untuk menjadi 'intelijen' baginya terhadap seluruh keluarga Harlan.

Blanc menduga bahwa Harlan dibunuh dan bisa saja oleh salah satu anggota keluarga.

Narasi film ini merujuk Marta yang diasumsikan sebagai seseorang dalam posisi netral, sekaligus terkesan sebagai protagonis yang memiliki hati tulus.

Dalam proses selanjutnya, serangkaian kejadian menarik dan mengejutkan.

Hal itu dimulai dari pembacaan surat wasiat Harlan, sehingga terungkap peringai asli serta motif anggota keluarganya satu-persatu.

Sangat disayangkan, sesuai dengan sejumlah konten kritikus akan penilaian film ini jauh hari sebelum perilisan, bahwa pesan sosial dalam Knives Out sangat kuat.

Narasi film ini merupakan titipan pesan ideologi Sayap Kiri Jauh atau Far-Left yang kini menguasai Hollywood melalui agenda politik identitas tendensius.

Dunia Sinema Review Knives Out
Lionsgate

Saat ini, liberalisme ekstrim Hollywood dikenal sebagai “Anti-Trump”, terutama dalam memainkan narasi terhadap isu imigran ilegal di Amerika Serikat.

Melalui Knives Out, elemen paling klise tentu saja implementasi nya terhadap figur Marta sebagai imigran Latin dengan upah rendah yang bekerja pada keluarga kulit putih.

Maka dalam perkembangan kisah selanjutnya, tentu saja Marta terlibat dengan beberapa anggota keluarga Harlan berkenaan dengan warisan.

Tak hanya itu, ada eksploitasi akan skenario dalam menyingkap status imigran keluarga Marta sendiri.

Parodi politik modern pun terungkap dalam sejumlah dialog yang menyindir antara kubu Konservatif dan Sayap Kanan Ekstrim, dengan kubu Liberal dan Sayap Kiri Ekstrim. 

Sindiran berupa kata-kata seperti : “Alt-Right”, “Nazi”, “CSI : KFC” hingga “SJW” pun begitu tajam dan mengena.

Oleh karena tendensi politis Hollywood dan Rian Johnson yang diterapkan dalam film ini, mengakibatkan penurunan nilai akan substansi penceritaan netral.

Idelanya, penceritaan tentang motif pembunuhan itu sendiri tidak perlu melibatkan politik identitas omong kosong itu.

Maka timbul elemen paling klise, seolah-olah membela sekaligus menegaskan bahwa imigran ilegal seperti Marta, dipandang sebagai figur baik dan positif.

Elemen tersebut menjadi standar ganda Sayap Kiri dalam pandangan umum premis film ini, meski sesungguhnya kita tidak pernah tahu akhir ceritanya bakal seperti apa.

tendensi politik identitas film knives out
Lionsgate
 
Untung saja arahan impresif Johnson mampu memberikan sebuah penyajian menarik.

Terdapat sejumlah adegan dalam rangkaian alur kisah yang sesekali dibuat maju-mundur sekilas, serta permainan sorotan serta pergerakan kamera dinamis.

Begitu pula dengan dialog humor cukup menghibur meski kurang segar, serta atmosfir suspens yang diselingi intensitas mengejutkan, turut memberikan rasa penasaran. 

Baca juga: Gosford Park (2001) : Drama Pembunuhan Sang Industrialis 

Tidak seperti film sejenis, Knives Out menyuguhkan berbagai lokasi syuting dan ruang yang berbeda, tidak hanya berada di dalam rumah keluarga Harlan saja.

Ada sejumlah adegan seperti penyelidikan kebakaran di kantor forensik, kejar-kejaran mobil, hingga kejutan di sebuah rumah lain, menjadi variasi segar terhadap adegan film ini.

Performa Ana De Amas menjadi bintang sesungguhnya dalam Knives Out untuk beberapa adegan tertentu.

Sedangkan penampilan Daniel Craig yang berusaha menjadi seorang detektif reguler Amerika dengan aksen Southern, tampaknya cukup jitu untuk menutupi aksen British-nya itu. 

Adapun performa karismatik Jamie Lee Curtis dan Toni Colette cukup menarik, sedangkan para pendukung lainnya terasa medioker.

Khususnya dalam tiga-perempat cerita, kegairahan saya mulai turun sekaligus yakin terhadap sebuah konklusi berdasarkan tendensi politik narasi Knives Out.

Film ini erat dengan tema sosial faktual yang cenderung subjekif dalam mengeksekusi kedua belah pihak, baik protagonis maupun antagonis.

Elemen pelintiran yang dimainkan pun meski cukup pantas, tetap saja mengandung stigma bias terhadap keistimewaan dan kesewenangan kaum tertentu versus pihak tertindas.

Aspek “playing victim” ala Far-Left di film ini sangatlah kuat.

Knives Out seharusnya merupakan sebuah hiburan suspens yang bebas dari sebuah tendensi mengarah pada politik identitas.

Dasar cerita film ini sesungguhnya mengandung nilai manusiawi, moralitas serta kekuasaan, tanpa harus merujuk kepada salah satu kubu saja.

Demikian sinema drama misteri review Knives Out, film whodunit bertendensi politik identitas.

Score : 2.5 / 4 stars

Knives Out | 2019 | Drama, Crime, Thriller, Suspens | Pemain: Daniel Craig, Chris Evans, Ana De Armas, Jamie Lee Curtis, Toni Colette, Don Johnson, Michael Shannon, Lakeith Stanfield, Katherine Langford, Jaeden Martell, Christopher Plummer | Sutradara: Rian Johnson | Produser: Ram Bergman, Rian Johnson | Penulis: Rian Johnson | Musik: Nathan Johnson | Sinematografi: Steve Yedlin | Distributor: Lionsgate | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 130 Menit

Comments