Valley of the Dolls (1967): Glamoritas Semu dalam Pil Pahit

review film the valley of the dolls
20th Century Fox

Sinema drama review Valley of the Dolls, film tentang glamoritas semu dalam pil pahit.

Dalam dunia hiburan, para selebriti identik dengan glamoritas akan gaya hidupnya. 

Kejayaan karir mereka tapaki dari level bawah hingga mencapai puncak, berkat talenta dan kerja keras, ditambah dengan faktor ‘keberuntungan’.

Berbagai cara harus mereka lakukan termasuk pengorbanan tertentu demi mendapatkan hasil terbaik, sepadan dengan popularitas yang diraih, sehingga glamoritas semu terukir dalam pil pahit yang harus mereka telan.

Para figur dalam kisah Valley of the Dolls berada dalam tekanan besar, atas sistem kejam dalam industri hiburan.

Saat anda pertama kali melihat poster film dengan judul Valley of the Dolls, bakal terlintas dalam pikiran bahwa film tersebut mengisahkan drama yang mengekspos perempuan sebagai objek tertentu dengan kecenderungan negatif. 

Mengapa?

Penggunaan kata “Dolls” dalam arti jamak, ternyata bukan yang sebelumnya saya sangka yakni ditujukan kepada perempuan sebagai objeknya.

"Dolls" yang dimaksud adalah obat berupa pil sebagai penenang pada saat mengalami gejolak depresi atau stres tingkat tinggi, sekaligus memacu stamina dalam melakukan berbagai aktivitas.

Valley of the Dolls adalah drama klasik, dengan tema tentang lika-liku karir dan persahabatan, serta asmara dalam bisnis hiburan. 

Filmnya sendiri diadaptasi dari novel laris dengan judul sama karya Jacqueline Susann, dengan rentang waktu di era 40’an hingga 60’an, yang menekankan sistem studio yang berkuasa pada saat itu.

Hanya saja perbedaan signifikan dalam versi filmnya, mengisahkan setting waktu kontemporer saat itu, yang sesungguhnya mulai bergeser kepada era baru (New Hollywood), namun tetap berada dalam ruang lingkup era klasik.

ulasan sinopsis the valley of the dolls
20th Century Fox

Valley of the Dolls mengisahkan petualangan tiga wanita berbeda dalam bisnis hiburan, dengan rentang waktu mulai dari merangkak dan bangkit, serta kejatuhan dan evaluasi diri.

Anne (Barbara Parkins) seorang perantauan yang ingin mengadu nasib di kota New York, diterima sebagai sekretaris dari sebuah agensi teater Broadway yang mengurusi salah satu aktris legendaris sekaligus arogan, Helen Lawson (Susan Hayward).

Anne yang ditemani oleh seorang pengacara agensi bernama Lyon (Paul Burke) kerap bermitra dengan agensi tersebut.

Ia menjadi akrab dengan Neely (Patty Duke) yang bertalenta sebagai penyanyi, serta Jennifer (Sharon Tate) yang cenderung mengandalkan keindahan fisik ketimbang bakat.

Anne dan Burke menjalin romansa meski tidak bertahan lama, Anne bertahan dalam pekerjaannya namun sempat menjadi seorang model untuk produk kecantikan, sekaligus menjalin hubungan sesaat dengan pemilik perusahaan. 

Sedangkan Burke yang dalam kurun waktu tertentu berada di London, kembali ke Amerika menjadi seorang agen bisnis hiburan, lalu berekonsiliasi dengan Anne.

Neely yang ditemani kekasihnya yakni Mel, sukses menapaki karir sebagai penyanyi klub hingga menjadi bintang di Hollywood

Sikap dan kelakuan Neely semakin memburuk dan egois, sejak mengkonsumsi sejumlah pil yang disebut “Dolls”. Ia selingkuh dengan desainernya yakni Ted, yang menyebabkan Mel meninggalkan dirinya.

Hubungan Neely dengan Ted pun hanya sesaat setelah dirinya dikhianati. Adapun Jennifer yang mengikuti jejak Neely menuju Hollywood untuk mengadu nasib, menikah dengan seorang penyanyi klub yakni Tonny. 

the valley of the dolls pil pahit
20th Century Fox

Tragedi menimpa mereka saat Tony divonis penyakit langka hingga harus dirawat intensif, Jennifer yang dalam keadaan hamil pun akhirnya melakukan aborsi. 

Dalam keadaan putus asa, Jennifer menerima tawaran untuk bermain film semi-porno di Perancis, demi membiayai Tony.

Valley of the Dolls membeberkan saga tentang bagaimana menggapai impian dalam industri hiburan di Amerika melalui sejumlah talenta yang dimiliki, menjalin persahabatan, hubungan romansa yang rumit, serta gaya hidup glamor bak selebritis.

Baca juga: La La Land (2016) : Impian dan Kebersamaan


Semuanya dicampur-aduk akan bagaimana awal mula perjuangan para karakter utamanya demi menapak karir demi eksistensi dan kesuksesan, egoisme dan keangkuhan, pengkhianatan dan perselingkuhan, tragedi dan kejatuhan, hingga evaluasi dan perubahan diri.

Judul filmnya memang mengacu pada penggunaan pil yang mengakibatkan berbagai kepahitan kerusakan dan ‘musibah’ yang menimpa mereka dari dunia glamor yang semu.

Meski demikian, pada intinya lebih menekankan tentang bagaimana kejamnya dunia hiburan dalam memperlakukan para pekerja seni yang harus berkompetisi satu-sama lain.
 
Narasi mengambil sudut pandang figur Anne seorang gadis berasal dari kota kecil, seketika pun kebetulan diterima menjadi seorang sekretaris agensi dan berpacaran dengan pengacara -dalam hal ini Burke- yang terbiasa menangani para artis.

glamoritas semu the valley of the dolls
20th Century Fox

Perjalanan Anne yang kemudian bersahabat dengan Neely dan Jennifer pun terjadi saat mereka berada di level bawah. 

Kebetulan pula Anne yang memiliki paras cantik, sempat menjadi model produk kecantikan dalam hubungan pasang-surutnya dengan Burke.

Bagaimanapun juga, figur Anne sepertinya lebih memilih karir yang mengandalkan intelektual hingga menjadi asisten Burke yang banting setir menjadi agen selebritis.

Lain halnya dengan Jennifer yang masih bersikeras untuk menjadi seorang artis meski memiliki talenta terbatas, sehingga memilih karir yang kurang tepat, hingga berperan dalam film semi-porno pun dilakoninya atas dasar pembiayaan sang suami.

Bintang sesungguhnya di film ini tentu saja Neely yang malah menjadi problema sentral seputar kecanduannya mengkonsumsi pil ‘pahit’ tersebut. 

Perubahan drastis pun berbanding terbalik terhadap kesuksesan dirinya sebagai penyanyi top, dengan kehidupan pribadi yang hancur berantakan yang diperparah dengan pengaruh buruk terhadap karirnya sendiri.

Kesepian dan keterasingan juga menjadi elemen penting dalam kisah yang menimpa Neely saat ditinggal kekasihnya yang setia yakni Mel.

Ada pula Anne yang ditinggal Burke untuk mengurusi Neely namun terjadi perselingkuhan, serta Jennifer yang berada Perancis menjadi simpanan sang produser sejak ditinggal Tony yang berada di rumah sakit.

Akhir kisah Valley of the Dolls pun sungguh dramatis dan tidak pernah saya sangka, dengan mengindikasikan adanya titik balik yang begitu ofensif dan ekstrim. 

the valley of the dolls klasik ikonik
20th Century Fox

Diantara ketiga performa pemeran utamanya, hanya Patty Duke yang begitu terasa akan energi yang menyedot perhatian di sepanjang cerita film, baik melalui aksinya maupun dialognya. 

Lawan mainnya, aktris veteran Susan Hayward pun begitu menyita perhatian. Malah performa Barbara Parkins terkesan biasa saja, lain halnya dengan Sharon Tate yang memang sengaja menonjolkan penampilan fisiknya sesuai dengan karakter. 

Sangat disayangkan karir singkat Tate begitu tragis hingga kematiannya di tahun 1969 akibat terbunuh oleh “Manson Family”.

Baca juga: Once Upon a Time in Hollywood (2019) : Saga Epik Transisi era ‘Klasik’ dan ‘New Wave’ Hollywood 

Keunggulan Valley of the Dolls yakni sarat akan penampilan dan gaya busana yang begitu menarik khas era 60’an, baik tata rambut, riasan wajah, hingga ruang lingkup termasuk setting dan dekorasi yang didominasi dengan penuh warna bernada cerah.

Valley of the Dolls secara tak langsung menjadikan budaya populer akan kisahnya yang memang menyajikan relevansi kepopuleran sang ikon dalam budaya populer itu sendiri, sebuah film Hollywood tentang penceritaan diri, terkait sejumlah karakter yang terlibat.

Adapun pil ‘pahit’ yang kerap disebut “The Dolls” sejatinya mengungkapkan pesan spesifik akan bahayanya ketergantungan obat atau narkoba yang membuat glamoritas kehidupan hanya menjadi impian semu semata.

Demikian sinema drama review Valley of the Dolls, film tentang glamoritas semu dalam pil pahit.        

Score: 3 / 4 stars

Valley of the Dolls | 1967 | Drama | Pemain: Barbara Parkins, Patty Duke, Sharon Tate, Susan Hayward, Paul Burke, Lee Grant | Sutradara: Mark Robson | Produser: David Weisbart | Penulis: Berdasarkan novel Valley of the Dolls karya Jacqueline Susann. Naskah: Helen Deutsch, Dorothy Kingsley | Musik: André Previn, Dory Previn, John Williams | Sinematografi: Roger Deakins | Distributor: 20th Century Fox | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 123 Menit

Comments