Splendor in the Grass (1961): Tekanan Hubungan Percintaan Remaja

review film remaja splendor in the grass
Warner Bros Pictures

“Though nothing can bring back the hour
of splendor in the grass, glory in the flower
We will grief not; rather find
Strength in what remains behind.”


Sinema drama review Splendor in the Grass, tentang tekanan hubungan percintaan remaja.

Potongan puisi karya William Wordsworth tersebut merupakan premis utama dari film Splendor in the Grass.

FIlm ini menitikberatkan pada seorang figur remaja putri dalam menghadapi berbagai tekanan dan depresi akan seksualitas, percintaan, serta patah hati.

Splendor in the Grass membawa kembali kualitas film bertemakan remaja melalui isu krusial dengan penyampaian serius dan dramatis yang mulai populer sejak era 50’an.

Dalam era berikutnya, tema tersebut mungkin juga kurang relevan berdasarkan perkembangan jaman di masa kini.

Namun tema Splendor in the Grass tetap dianggap klasik, terlebih setting ceritanya berada di Era Depresi akhir 1920’an.

Baca juga: Rebel Without a Cause (1955): Balada Remaja Ikonik

Disutradarai oleh sineas legendaris Elia Kazan dan dibintangi oleh Natalie Wood dan Warren Beatty, film ini disambut baik kritik dan meriah Oscar sebagai Best Writing, Story and Screenplay-Written Directly for Screen.

Splendor in the Grass yang berlatar belakang tahun 1928 di Kansas, mengisahkan Deanie (Natalie Wood) seorang remaja putri dari kelas menengah.

Ia memiliki hasrat menggebu bersama kekasihnya Bud (Warren Beatty), remaja pria populer di sekolah karena tampan, sebagai bintang olahraga, serta anak orang kaya.

Ibu Deane yakni Mrs. Loomis (Audrey Christie) melarang putrinya melakukan hubungan seks dengan pria manapun termasuk Bud. 
Sedangkan ayah Deanie memiliki pandangan yang lebih moderat.

Adapun dalam masa seniornya, Bud ingin menikahi Deanie dan mengelola sebuah ranch milik ayahnya. 

Namun sang ayah yakni Ace (Pat Hingle), malah menginginkan Bud kuliah di Yale dan meneruskan bisnis pertambangan minyak miliknya.

ulasan sinopsis film splendor in the grass
Warner Bros Pictures

Sedangkan kakak perempuan Bud yakni Ginny (Barbara Loden) dipulangkan dari Chicago karena bermasalah dengan pernikahan yang hancur.

Moralitas Ginny dipertanyakan karena sikap dan gaya hidup yang liar, termasuk gosip bahwa dirinya telah melakukan aborsi.

Tekanan besar yang dihadapi Bud membuatnya menderita pneumonia, dan ia memutuskan hubungannya dengan Deanie. 

Dalam pelariannya, Bud menjalin hubungan percintaan berdasarkan nafsu dengan teman sekelasnya yakni Juanita.

Baca juga: West Side Story (1961): Narasi Drama Musikal 'Romeo and Juliet'

Memiliki tekanan yang sama karena masih mencintai Bud, Deanie semakin depresi hingga mengalami gangguan kejiwaan. 

Meski sempat menghadiri pesta dansa perpisahan di sekolahnya dengan pria lain yang menjadi teman kencannya, ia menolak untuk berhubungan intim.

Tekanan Deanie sampai pada puncaknya saat ia melakukan percobaan bunuh diri hingga ayahnya terpaksa menjual saham perusahaan, untuk merawat Deanie di sebuah institusi. 

Sementara Bud dalam keadaan kosong hati, tetap melanjutkan kuliahnya di Yale dalam memenuhi keinginan ayahnya.

Apakah cerita film ini sampai disitu saja? Tentu tidak.

Terkait durasi lebih dari dua jam, Splendor in the Grass ingin menyudahi narasi percintaan antar-dua figur tersebut, menuju sebuah konklusi yang memuaskan bagi saya pribadi.

Drama yang ditulis oleh William Inge itu, diilhami oleh orang-orang di sekitarnya saat ia tumbuh di lingkungan Kansas era 20’an yang 
mungkin lekat dengan nilai tradisional dan konservatif yang tinggi.

Hal tersebut menjadi isu utama Splendor in the Grass, melalui figur Mrs. Loomis terhadap Deanie akan kaitannya terhadap hubungan seksual dalam pubertas remaja.

Adapun contoh yang diberikan figur Ginny dianggap sebagai ‘aib’ keluarga di lingkungan kota kecil yang cenderung relijius.

splendor in the grass tekanan hubungan percintaan remaja
Warner Bros Pictures

Selain itu, tekanan jiwa yang terjadi pada Deanie maupun Bud, digambarkan begitu eksploitatif tanpa melodrama berlebihan.

Hal itu terbukti berkat performa brilian Natalie Wood dan pendatang baru saat itu, Warren Beatty.

Baca juga: Bonnie and Clyde (1967): Sepasang Kriminal Serasi di Masa Depresi

Begitu pula dengan performa apik para pendukungnya seperti aktor veteran Pat Hingle sebagai Ace yang memiliki sikap toleran terhadap kedua anaknya.

Ia menghargai Bud yang memiliki keinginan dan tujuan berbeda, serta Ginny yang dianggap telah mencoreng nama besar keluarganya yang terpandang.

Sedangkan performa Audrey Christie sebagai Mrs. Loomis, mampu menghapus kesan stereotip antagonis yang menjadi penghalang lika-liku hubungan Deanie dengan Bud.

Bahkan terdapat salah satu dialog memorable tatkala Mrs. Loomis berbicara dengan Deanie, yang mengindikasikan bahwa dirinya dibenci oleh putrinya sendiri.

Namun Mrs. Loomis tetap mencintai Deanie dan melakukan yang terbaik untuk tidak melukai hatinya. 

Ia pun memiliki perasaan yang sama terhadap ibunya sendiri, saat ia berusia yang sama dengan Deanie.

Splendor in the Grass unggul akan kemampuan mumpuni dari naskah karya William Inge, serta arahan yang bisa dinikmati dan tidak membosankan hingga akhir cerita oleh sineas Elia Kazan.

Aspek sinematografi yang mendukung melalui beberapa lokasi dan setting eksotis, juga mampu merangkai setiap adegan dan dialog begitu menarik.

Splendor in the Grass memang serius dalam memperlihatkan tekanan yang timbul pada gejolak stabilitas remaja.

Film ini fokus dalam mengeksploitasi hubungan dan gejolak percintaan, yang memiliki berbagai pertentangan dalam keluarga.   

Score: 3.5 / 4 stars

Splendor in the Grass | 1961 | Drama, Remaja | Pemain: Natalie Wood, Warren Beatty, Pat Hingle, Audrey Christie, Barbara Loden, Zohra Lampert, Fred Stewart, Joanna Roos | Sutradara: Elia Kazan | Produser: William Inge, Charles H. Maguire | Penulis: William Inge | Musik: David Amram | Sinematografi: Boris Kaufman, A.S.C. | Distributor: Warner Bros Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 124 Menit

Comments