The NeverEnding Story (1984): Imajinasi yang Tak Pernah Berakhir


the neverending story imajinasi tak pernah berakhir
Warner Bros Pictures

Sebuah buku fiksi membutuhkan pertolongan akan imajinasi seseorang agar terus menyajikan cerita yang tak pernah berakhir.

Sinema petualangan fantasi review The NeverEnding Story tentang imajinasi yang tak pernah berakhir.

Film The NeverEnding Story merupakan adaptasi dari novel Jerman karya Michael Ende, dengan hanya mengambil paruh pertama cerita. 

Sekuelnya, The NeverEnding Story II: The Next Chapter (1990) mengambil paruh kedua dari novel yang sama, sedangkan The NeverEnding Story III: Escape from Fantasia (1994) merupakan cerita murni.

Produksi film tersebut saat itu menjadi yang termahal di luar Amerika Serikat dan Uni Soviet, meski akhirnya tergantikan melalui pendapatan yang tinggi. 

Sebuah pencapaian langka, baik di Jerman Barat maupun Jerman Timur. 

Kepopuleran film ini kian eksis setelah dalam episode final Season 3 serial Stranger Things, saat Dustin berduet dengan Suzie, menyanyikan tema lagu “Never Ending Story” yang pernah dibawakan oleh Limahl.

The NeverEnding Story mengisahkan seorang anak berusia 10 tahun bernama Bastian (Barret Oliver).

review the neverending story film fantasi produksi jerman
Warner Bros Pictures

Ia adalah seorang pemimpi dan seringkali menjadi sasaran bullying dari teman-teman sekolahnya, sejak ia ditinggal mati ibunya dan tinggal bersama dengan ayahnya.

Suatu hari, Bastian yang dikejar oleh tiga orang anak, tak sengaja bersembunyi di toko buku antik. 

Dalam sebuah argumen dengan Mr. Koreander, ia penasaran dengan sebuah buku yang sedang dibaca olehnya, hingga dalam sebuah kesempatan diam-diam mengambil buku tersebut.

Alih-alih Bastian menghadiri kelas sekolah, ia malah sengaja mengendap menuju sebuah loteng tersembunyi di gedung sekolah.

Maka mulailah ia membaca buku “The Neverending Story” yang ia ambil dari Mr. Koreander.

Dalam cerita buku itu dikisahkan, suatu hari di negeri Fantasia sedang terancam keberadannya karena kekuatan misterius yang disebut “The Nothing”. 

Melalui asistennya bernama Cairon (Moses Gunn), diumumkan bahwa Sang Ratu (Tami Stronach) yang sedang sakit keras.

Baca juga: Labyrinth (1986): Pubertas Remaja dalam Dongeng Klasik

Maka Cairon meminta tolong kepada seorang pejuang terpilih bernama Atreyu (Noah Hathaway) dengan memberikan sebuah medali yang disebut Auryn.

Medali itu merupakan petunjuk dalam perjalanan menemukan cara untuk menyembuhkan Sang Ratu, sehingga negeri Fantasia bisa terbebas dari ancaman “The Nothing”.

sinopsis the neverending story
Warner Bros Pictures

Maka petualangan pun dimulai, namun sejumlah kendala dialami Atreyu.

Sementara “The Nothing” pun tak tinggal diam, dengan melepaskan seekor binatang buas yang dinamakan Gmork untuk membunuh Atreyu.

The NeverEnding Story adalah sebuah contoh terbaik, bagaimana menyajikan sebuah tontonan berkualitas yang ditujukan spesifik kepada konsumen anak-anak.

Melalui narasi antara realita dengan dongeng hasil imajinasi yang kreatif, film ini menunjukkan tentang keterikatan kuat antar-figurnya.

Dalam psikologi anak berusia sepuluh tahun, sungguh sulit untuk menerima kenyataan jika ditinggal mati ibunya, seperti yang dialami karakter Bastian.

Ia mengalami tekanan batin, meski dinasihati oleh ayahnya yang berusaha menyadarkan secara realistis dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu, imajinasi merupakan sebuah pelarian bagi Bastian saat ia membaca buku “The Neverending Story”.

Kisah dalam buku tersebut membutuhkan Bastian melalui tahap awal sebagai partisipan alias pembaca, lalu menjadi penyorak, hingga menjadi penentu dalam akhir kisah.

Imajinasi bisa menjadi nyata, sekaligus membangkitkan semangat dalam jiwa Bastian, untuk bangkit dan berani menghadapi salah satu problema besarnya, yang diperagakan dalam adegan akhir.

Penceritaan The NeverEnding Story memang unik tentang bagaimana interaksi pembaca dalam hal ini Bastian bisa menyentuh dunia di negeri Fantasia secara perlahan dan bertahap.

Hal itu dilakukannya melalui proses emosional dan mengarahkan solusi yang ingin dicapai.

Masing-masing performa aktor/aktris cilik di film ini yakni Noah Hathaway, Barret Oliver, serta Tami Stronach memang mengesankan, baik melalui aksi maupun dialog yang diutarakan.

Ada adegan tragis y
ang sangat menyentuh saat Atreyu berada di Rawa Kesedihan.

ulasan film the neverending story
Warner Bros Pictures

Lalu ada pula adegan yang cukup menegangkan saat dirinya hendak melewati gerbang Sang Peramal Selatan dan saat berkonfrontasi dengan Gmork.

Sejumlah adegan mengasyikan saat Atreyu menunggang seekor naga Falkor dan saat bertemu dengan dua mahluk gnomes pun, terasa menyenangkan.

Visualisasi The NeverEnding Story sungguh luar biasa, baik dari setting dan latar hingga efek terhadap pewarnaan. 

Begitu pula dengan efek spesial praktis untuk mahluk Rockbiter, Mola serta Gmork khususnya yang mampu dipergakan secara halus melalui mimik wajah dan pergerakan fisiknya.

Baca juga: The Dark Crystal (1982): Dongeng Boneka Impresif Tanpa 'CGI'

Hanya saja visual Ivory Tower terlalu kentara akan efek animasi ataupun penggunaan matte painting yang dirasa berlebihan, alih-alih ingin memberikan kesan yang berkilau atau yang paling bersinar. 

Kontras dengan efek impresif saat karakter Sang Ratu menggenggam kilauan kecil di dalam tangannya.

Sangat disayangkan wujud aneh, konyol, menggelikan dan bahkan mengganggu ada pada mahluk Falkor.

Seekor naga berwarna putih dengan seluruh pundak terdapat banyak butiran kecil seperti sisik, dengan muka seperti anjing peliharaan yang jinak dengan sebelah mata yang suka mengedip.

the neverending story fantasi anak remaja
Warner Bros Pictures

Salah satu andalan film ini  yakni scoring yang sangat menyentuh emosi dan perasaan yang diaransemen oleh Klaus Doldinger.

Selain itu tentu saja tema lagu “Neverending Story” diaransemen oleh Giorgio Moroder melalui synthesizer-nya dan dinyanyikan oleh Limahl, terdengar dalam kredit pembuka maupun penutup.

The NeverEnding Story saya rasa tidak pantas jika dibuat ulang dalam versi modern, mengingat sulit untuk menggantikan performa para aktor/aktrisnya.

Lagi pula dalam kondisi akan gejolak sosial saat ini, tampaknya imajinasi Hollywood sedang terpuruk.

Demikian sinema petualangan fantasi review The NeverEnding Story tentang imajinasi yang tak pernah berakhir.

Score: 3 / 4 stars

The NeverEnding Story | 1984 | Petualangan, Fantasi | Pemain: Noah Hathaway, Barret Oliver, Tami Stronach, Patricia Hayes, Sydney Bromley, Gerald McRaney, Moses Gunn | Sutradara: Wolfgang Peterson | Produser: Bernd Eichinger, Dieter Geissler | Penulis: Berdasarkan novel The NeverEnding Story karya Michael Ende. Naskah: Wolfgang Peterson, Herman Weigel | Musik: Klaus Doldinger, Giorgio Moroder | Sinematografi: Jost Volcano | Distributor: Warner Bros Pictures | Negara: Jerman Barat, Amerika Serikat | Durasi: 94 Menit

Comments