Review Predator Badlands: Sisi Lain Spesies Yautja Kolaborasi dengan Manusia Sintetis
![]() |
| 20th Century Studios |
Sinema fiksi ilmiah aksi laga review Predator: Badlands tentang sisi lain spesies Yautja kolaborasi dengan manusia sintetis.
Kali ini cerita sisi lain mahluk spesies Yautja dalam Predator: Badlands, serta kolaborasi petualangan dengan manusia sintetis.
Waralaba Predator kini memasuki film format live action keenam, sejak pertama meluncur tahun 1987 lalu yang dibintangi Arnold Schwarzenegger.
Baca juga: 4 Film Predator yang Wajib Anda Ketahui
Predator: Badlands adalah film terbaru setelah Prey (2022) yang hanya tayang streaming melalui Disney Plus.
Film ini kembali ditangani sineas Dan Trachtenberg, namun kali ini jadi sekuel tersendiri.
Dari trailer nya sendiri, narasi Predator: Badlands melinatkan waralaba film Alien, dengan kehadiran korporat raksasa Weyland-Yutani.
Perwakilan figur korporat tersebut diperankan Elle Fanning sebagai manusia sintetis melakukan kolaborasi dengan sosok Predator muda dari Planet Yutja.
Predator: Badlands mengisahkan Dek (Dimitrius Schuster-Koloamatangi) adalah Predator muda, spesies Planet Yautja yang dianggap sebagai kelemahan oleh sang ayah pemimpin klan.
![]() |
| 20th Century Studios |
Dihadapan sang kakak Kwei, ia ingin membuktikan diri dengan membwa tropi perburuan terhadap Predator terkuat, Kalisk.
Niat Dek terhambat kedatangan sang ayah yang ingin menghapuskan aib dalam klan dengan melakukan eksekusi terhadap dirinya melalui Kwei sebagai algojo.
Kwei mengorbankan dirinya, sementara ia berhasil menyelamatkan Dek menuju Planet Genna untuk membawa tropi berupa kepala tengkorak Kalisk.
Tiba di planet tersebut dalam keadaan dendam terhadap sang ayah, Dek menghadapi hutan ganas dan tak sengaja bertemu manusia sintetis Thia (Elle Fanning).
Dalam keadaan terjebak, Thia menawarkan kesepakatan dengan Dek untuk membebaskan dirinya dan akan menemani Dek menuju sarang Kalisk.
Namun apa yang terjadi selanjutnya yaitu agenda terselubung yang telah disiapkan korporat Weyland-Yutani.
Baca juga: The Predator (2018): Berusaha Kembali pada Orisinalitas
Predator: Badlands yang kini ditangani Disney secara mengejutkan mampu memberikan tontonan cukup signifikan, sejak saya tidak ada ekspektasi apapun.
Kunci nilai plus film ini terletak pada sineas Dan Trachtenberg yang mengejutkan audiens terhadap film sebelumnya, yaitu Prey.
![]() |
| 20th Century Studios |
Sebagai penulis, sutradara, juga merangkap salah satu produser untuk Prey dan Predator: Badlands, maka Dan Trachtenberg saya akui mampu menjaga dan mengelola waralaba ini dengan baik.
Sejak trailer film ini dirilis, kritik paling pedas dari publik termasuk saya, yaitu penampilan rambut sang Predator yang mengganggu, bahkan saat saya tonton filmnya itu sendiri.
Tidak ada tampilan sosok Predator spesies Yautja klasik, meski saya paham bahwa sosok ini masih berusia muda.
Tapi yang ingin saya sampaikan yaitu narasi besar Predator: Badlands sebagai petualangan fiksi ilmiah ini memang menarik dari awal hingga akhir cerita.
Predator: Badlands adalah film pertama yang menggali sisi lain atau perspektif spesies Yautja itu sendiri, bukan perespektif manusia ataupun manusia sintetis.
Tema sosok yang terbuang dan terisolasi sambil membawa marah dan dendam atas kematian sang kakak, memang bukan hal utama premis ceritanya.
Melalui alur cerita, sosok Dek akhirnya dalam proses belajar memahami dan melakukan kolaborasi dengan manusia sintetis Thia.
![]() |
| 20th Century Studios |
Elle Fanning melakukan peran ganda dalam dus sisi mata uang, sebagai figur protagonis Thia sekaligus sang antagonis Tessa budak korporat raksasa Weyland-Yutani.
Baca juga: 6 Film Alien yang Wajib Anda Ketahui
Menarik memang, karena korporat tersebut kembali muncul dalam universe Predator setelah dua film crossover yaitu Alien vs. Predator (2004) dan Aliens vs. Predator: Requiem (2007).
Film ini juga terdapat sebuah pelintiran besar yang membuat perasan saya tercmpur aduk, antara terkejut tapi terkadang berpikir "kok, begitu mudah ya membuat narasi cerita nya?".
Ada pula satu lubang alur cerita, saat Dek dalam perjalanan mempersiapkan laga terakhir, menemukan pesawatnya yang terdampar.
Predator: Badlands juga memukau mata saya dengan sejumlah pemandangan landskap alam yang eksotis dan fantastis, melalui sinematografi solid.
Film ini juga tertolong dengan kemajuan teknologi dalam era tahun 2020'an ini, tapi penggunaan CGI yang kadang berlebihan cukup konyol.
![]() |
| 20th Century Studios |
Pertarungan epik finale dengan menggunakan mesin Power Loader yang lebih besar dan canggih, sepertinya juga tribut dan nostalgia terhadap film Aliens (1986).
Sayang sekali rating Predator: Badlands adalah PG 13 juga termasuk selingan humor dari tingkah spesies yang dinamakan "Bud" oleh Thia, awalnya membuat kesal Dek.
Waralaba Predator kali ini mengalami ekspansi dan kolaborasi spesies Yutja dengan yang lain, sehingga terkesan seperti petualangan antar galaksi layaknya Star Wars.
Secara fundamental, film Predator: Badlands diperbaharui sesuai konteks dunia perfilman modern, meski tetap memberikan aksi petualangan dan laga yang seru.
Scoring dalam film ini juga turut memberikan sumbangsih terhadap sejumlah adegan yang cukup intens didukung teknik visual yang baik.
Demikian sinema fiksi ilmiah aksi laga review Predator: Badlands tentang sisi lain spesies Yautja kolaborasi dengan manusia sintetis.
Score: 2.5 / 4 stars
Predator: Badlands | 2025 | Fiksi Ilmiah, Aksi Laga | Pemain: Elle Fanning, Dimitrius Schuster-Koloamatangi, Mike Hormik | Sutradara: Dan Trachtenberg | Produser: John Davis, Brent O'Connor, Marc Toberoff, Dan Trachtenberg, Ben Rosenblatt | Penulis: Berdasarkan karakter karya Jim Thomas dan John Thomas. Cerita: Dan Trachtenberg, Patrick Aison, Brian Duffield | Musik: Sarah Schachner, Benjamin Wallfisch | Sinematografi: Jeff Cutter | Penyunting: Stefan Grube, David Trachtenberg | Distributor: 20th Century Studios | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 107 menit





Comments
Post a Comment