4 Film Predator yang Wajib Anda Ketahui
20th Century Studios |
Sinema aksi laga fiksi ilmiah, review empat film Predator yang wajib anda ketahui.
Bersama dengan Xenomorph dalam waralaba Alien, mahluk Predator menjadi salah satu yang ikonik.
Keduanya pun kerap disandingkan satu-sama lain dan akhirnya dibuatlah dua film lintasan atau yang biasa disebut crossover di era tahun 2000’an.
Waralaba film Predator pertama kali diciptakan duo penulis Jim dan John Thomas dengan desain hasil karya mendiang Stan Winston.
Baca juga: 6 Film Alien yang Wajib Anda Ketahui
Mahluk Predator memiliki kegemaran berburu manusia dan mengumpulkan tengkorak hingga tulang belakang, sebagai tropi pembuktian diri bahwa mereka adalah pemburu sejati.
Film perdananya yakni Predator (1987) merupakan debut layar lebar dari sineas John McTiernan dan dibintangi Arnold Schwarzenegger.
Jean-Claude Van Damme yang belum dikenal saat itu, awalnya berperan sebagai mahluk Predator dengan mengenakan kostum, namun akhirnya digantikan Kevin Peter Hall.
Sekuelnya, Predator 2 (1990) tidak lagi melibatkan Schwarzenegger yang berkomitmen dengan film Terminator 2: Judgment Day (1991) demi menghindari konfliknya jadwal syuting, sehingga digantikan oleh Danny Glover.
Predator 2 sempat diragukan, namun kini menjadi kultus klasik. Adapun Predators (2010) merupakan kisah tersendiri jauh di masa depan di sebuah planet antah-berantah.
Sedangkan yang terakhir, yakni The Predator (2018) tampak berusaha kembali kepada orisinalitas sekaligus mengisahkan kelanjutan kisahnya sejak dua film pertama.
Saat ini, setelah Disney berhasil membeli 20th Century Fox, sedang mengembangkan film kelima dengan latar belakang Perang Saudara di Amerika.
Baca juga: Prey (2022): Prekuel Predator Layak Tonton
Premisnya mengenalkan kepada sosok wanita Indian Comanche melawan berbagai norma gender dan tradisi sebagai seorang pejuang.
Terdengar skeptis? Semoga saja tidak ada agenda politik identitas busuk, karena mungkin saja filmnya sendiri bakal terlupakan seperti halnya Terminator: Dark Fate (2019).
20th Century Studios |
Predator (1987)
Soon the hunt will begin.
Dutch (Arnold Schwarzenegger) adalah seorang tentara bayaran ditugaskan menuju Amerika Tengah guna membebaskan sandera seorang penjabat tinggi dari tangan para pemberontak.
Dutch membawa anak buahnya yakni Mac (Bill Duke), Poncho (Richard Chaves), Blain (Jesse Ventura), Billy (Sonny Landham), serta Hawkins (Shane Black).
Mereka mengamati kejanggalan operasi tersebut sejak tidak ada sandera dan malah terdapat pihak intelijen Uni Soviet terlibat bersama pemberontak.
Dutch melabrak seorang Agen CIA yakni Dillon (Carl Weathers), yang akhirnya mengaku bahwa operasi tersebut adalah skenario untuk mengambil-alih kekuasaan intelijen.
Bersama dengan seorang gerilyawan yang selamat setelah terjadi baku-tembak, yakni Anna (Elpidia Carrillo) mereka hendak kembali ke markas menuju tempat helikopter.
Merela tidak menyadari, bahwa ada sesuatu yang mengintai untuk dijadikan perburuan.
Tidak perlu disangkal lagi, film Predator merupakan awal kepopuleran mahluk luar angkasa yang ikonik.
20th Century Studios |
Selain itu, laga kombatan sejumlah figur protagonis melalui sekelompok tentara bayaran dengan karakterisasi unik pun tak kalah serunya.
Premisnya begitu pun begitu menarik, dengan latar hutan belantara di wilayah Amerika Tengah yang menjadi ‘angker’ karena sesuatu yang tak terlihat.
Dutch dan anak buahnya kesulitan untuk mengidentifikasi pelakunya dan malah diteror sekaligus diburu oleh mahluk tersebut.
Film Predator memang sarat akan maskulinitas ala militer tangguh bergaya era 80’an, terlebih peran utama Schwarzenegger sebagai Dutch.
Tentu saja, lakonnya seperti mengulangi laga pertempuran seperti dalam film Commando (1985).
Pertemuannya dengan Dillon yang diperankan Carl Weathers, seringkali dijadikan meme saat mengeksploitasi adegan dua otot lengan saling beradu panco.
Figur nyentrik lainnya yakni Blain yang diperankan Jesse Ventura, bersenjatakan mini-gun mengenakan topi fedora dan kaos “MTV”, dengan kalimat: “I ain’t got time to bleed.”
Mac yang diperankan Bill Duke yang berbadan tegap dan besar, sungguh berkarakter yang kalem namun mematikan.
Sebagai keturunan Indian yang jago dalam melacak jejak sekaligus pemandu, yakni Billy adalah seorang pendiam dan yang paling peka dalam merasakan kehadiran Sang Predator.
Sementara Poncho dan Hawkins kedunya memiliki karakterisasi serupa namun tak sama.
Bersama dengan Aliens (1986), film Predator boleh dikatakan sebagai salah satu film awal yang mempopulerkan secara luas antara genre aksi laga dengan fiksi ilmiah dan horor.
Atmosfir yang mendukung akan suasana di hutan lebat, serta eksekusi mahluk Predator menguliti, dan mencabut dari tulang belakang hingga tengkorak para korban, menjadi faktornya.
20th Century Studios |
Desain mahluk Predator dengan ciri khas gaya rambut gimbal yang mirip orang Jamaika itu serta tentunya memiliki wajah buruk rupa.
Akibatnya reaksi Dutch melalui kalimat: “You’re one ugly mother***er!”, menjadi respon dari hasil kreasi fantastis Stan Winston.
Kehebatan film ini dalam menyusun alur cerita melalui adegan, mampu dengan sempurna dilalui tanpa harus memperlihatkan keberadaan mahluk tersebut secara utuh.
Bukti bahwa aspek thriller dan suspens sungguh berfungsi sepenuhnya.
Tema musik ikonik yang dikomposisikan Alan Silvestri sudah tak asing lagi di telinga para penggemar dan audiens terhadap sejumlah sekuelnya.
Penanganan McTiernan dalam debut sutradaranya dalam film studio, sungguh mengagumkan.
Film Predator seharusnya dipastikan bakal memaksa anda untuk segera keluar dari hutan ‘neraka’ tersebut.
“Get to the choppa!”
Score: 4 / 4 stars
20th Century Studios |
Predator 2 (1990)
He’s in town with a view days to kill.
Tahun 1997 di Los Angeles, suhu udara meningkat tajam seiring dengan tindak kriminalitas dan merebaknya sejumlah geng kriminal.
Perseteruan antara Jamaika dengan Kolombia, membuat para polisi selalu sibuk seklaigus menjadikan isu terbesar di kota tersebut.
Letnan Harrigan (Danny Glover) beserta anak buahnya Danny (Rubén Blades) dan Leona (Maria Conchita Alonso) menyelidiki pembunuhan beserta pembantaian sadis terhadap kedua geng tersebut.
Lalu muncul Agen DEA benama Keyes (Gary Busey) yang mengambil-alih investigasi, sehingga timbul konflik dengan hadirnya mahluk yang tak kasat mata sebagai pemburu manusia.
Ide cerita mahluk Predator yang memburu manusia di perkotaan adalah hal yang segar dan berbeda dari sebelumnya.
Wajar, karena duet penulis orisinalnya Jim dan John Thomas kembali menorehkan ide mereka memindahkan lokasi hutan belantara menuju kota Los Angeles.
Menariknya bahwa kemunculan geng Jamaika dengan rambut gimbalnya itu menjadi ‘kelucuan’ tersendiri mengingat kemiripannya dengan mahluk Predator.
Sementara isu kriminalitas peredaran narkoba yang berasal dari Amerika Latin yang merupakan hal klise, tentu saja menghadirkan gangster Kolombia.
20th Century Studios |
Sangat disayangkan figur Dutch berhalangan, sehingga digantikan Harrigan yang diperankan Danny Glover dan sosoknya begitu lekat sebagai polisi bernama Murtaugh dalam waralaba Lethal Weapon.
Hal itu menimbulkan kesan sebagai sebuah crossover atau lintasan atau malah menjadi spin-off atau sempalan.
Untung saja peran Bill Paxton sebagai polisi Jerry Lambert yang menjadi anak buah Harrigan, bermain dengan baik, mirip figur Hudson dalam Aliens.
Ditambah dengan figur Danny dan polisi wanita badass Leona, mereka menjadi tim yang kompak dalam menelusuri misteri pembantaian kedua gangster yang berseteru itu.
Masih ada dua nama yang turut meramaikan film ini yakni aktor watak Gary Busey sebagai Agen Keyes yang arogan, serta peran kecil dari Robert Davi sebagai Kepala Kepolisian Los Angeles.
Walau demikian, tetap saja Predator 2 terasa medioker meski terdapat adegan ikonik saat Sang Predator berada di puncak gedung sambil memegang tengkorak dan tulang belakang korban.
Sedangkan ada sejumlah humor segar yang pantas untuk dinikmati. Akhir ceritanya pun mengejutkan pula.
Score: 2.5 / 4 stars
20th Century Studios |
Predators (2010)
Sejumlah orang asing yang memilik latar belakang sebagai tentara maupun kriminal, terdampar di sebuah planet berupa hutan belantara.
Mereka adalah Royce (Adrien Brody), Isabelle (Alice Braga), Edwin (Topher Grace), serta Stans (Walton Goggins).
Harus bertahan hidup sejak diburu oleh mahluk Predator, perjuangan mereka tertuju kepada Ronald (Laurence Fishburne), seseorang yang lolos melewati sejumlah musim perburuan.
Royce yang mengetahui situasinya, berupaya menggunakan pesawat Predator untuk melarikan diri dari planet tersebut, dengan memanfaatkan bantuan dari sesosok tawanan.
Alih-alih membuat ulang film Predator, malah berakhir menjadi sebuah sekuel yang saya rasakan menjadi sebuah pengulangan narasi dari film pertamanya.
Tentu saja di lokasi yang berbeda, meski sama-sama berada di hutan belantara.
Perbedaan mendasarnya adalah sejumlah orang ini tidak saling mengenal satu-sama lain dengan latar dan profil yang berbeda.
Royce, Isabelle, Nikolai dan Mombasa berlatar belakang militer. Hanzo dan Cuchillo adalah anggota gangster. Stans adalah narapidana dan seorang pembunuh, sedangkan Edwin adalah seorang dokter.
Yang paling menarik adalah pertemuan mereka dengan sosok misterius bernama Ronald mantan tentara yang masih bertahan hidup.
Hal itu terukir dalam dialog adegan saat kelompok Royce berlindung di dalam kediaman Ronald dari perburuan mahluk Predator.
Selain itu, terdapat mahluk menyerupai binatang buas yang difungsikan bagaikan anjing pemburu, juga sosok mahluk asing yang sepintas seperti mahluk Xenomorph.
Predators adalah sekuel yang hanya mendaur-ulang versi perdananya melalui sejumlah adegan yang kembali direkayasa.
Salah satu adeganya yakni kombatan yang dilakukan Royce menjelang akhir cerita, juga beberapa baris kalimat yang sama guna mengingatkan kembali sebagai nostalgia.
Figur Royce tentu tidak pernah bisa menyamai Dutch yang ikonik.
Sementara adegan kombatan samurai dari figur Hanzo dengan mahluk Predator mengulangi apa yang dilakukan figur Billy di film perdananya, sedangkan figur Edwin paling menyebalkan.
Predators lumayan menghibur sebagai aksi laga yang memperluas varian mahluk dari dunia “Predator” namun tak lebih sebagai pengulangan hal sama dari film perdananya itu.
Score: 2 / 4 stars
20th Century Studios |
The Predator (2018)
The hunt has evolved.
Seorang penembak jitu dari U.S. Ranger bernama Quinn McKenna (Boyd Holbrook) menemukan atribut dari sebuah pesawat Predator yang mendarat darurat di bumi.
Tiba-tiba ia disergap dan berkonfrontasi dengan mahluk tersebut, yang mengakibatkan rekan-rekannya tewas. Quinn sendiri berhasil memperdayanya lalu mengirimkan atribut tersebut ke rumahnya.
Kini mahluk tersebut dijadikan objek penelitian yang dipimpin oleh agen pemerintah bernama Will Traeger (Sterling K. Brown).
Ia meminta Dr. Casey (Olivia Munn) untuk meneliti DNA mahluk tersebut agar lebih banyak mengetahui asal-usulnya.
Namun Sang Predator terlepas dan membantai orang-orang di sekitarnya, lalu melarikan diri, sedangkan Casey mengejarnya.
Kisah The Predator merupakan sekuel yang ceritanya adalah lanjutan dari Predator 2 (1990), dalam usaha untuk menemukan kembali entitas filmnya kepada orisinalitas.
Sang penulis dan sutradara Shane Black pernah berperan sebagai Hawkins di film perdananya, sehingga ia mengetahui betul sejumlah hal yang dibutuhkan.
Untuk ulasan lebih terperinci, klik disini.
Score: 3 / 4 stars
Ada dua bonus tambahan yakni film lintasan di era 2000’an yang menghentikan produksi waralaba masing-masing filmnya, yakni Alien vs. Predator atau yang disingkat AVP serta Aliens vs. Predator: Requiem atau AVPR.
20th Century Studios |
Alien vs. Predator (2004)
Whoever wins…we lose.
Tahun 2004 di Antartika, terdeteksi suhu panas di bawah permukaan bumi.
Sebuah mega korporasi, Weyland Corporation, melakukan penggalian dan penelitian, dan menemukan sebuah pyramid yang telah lama terkubur dalam es.
Korporasi tersebut menugaskan sekelompok peneliti, arkeologi, tentara bayaran, serta seorang pemandu bernama Alexa “Lex” Woods (Sanaa Lathan).
Tanpa disadari, pesawat yang dikendalikan oleh para mahluk Predator mengirimkan energi terhadap piramid, lalu tiga mahluk tersebut mendarat di Antartika.
Sementara kelompok Alexa menemukan sebuah terowongan menuju piramid di bawah permukaan es, lalu menemukan sejumlah petunjuk dan bukti tentang kehidupan purbakala.
Namun tak jauh dari lokasi tersebut, terdapat sarang mahluk Alien Queen yang sedang memproduksi telurnya.
20th Century Studios |
Konflik diantara mahluk Xenomorph dan Predator pun tak terhindarkan satu-sama lain, sehingga sekelompok manusia hanya menjadi penonton dan bertahan hidup serta melarikan diri.
Meski berada dalam semesta yang sama, secara kronologi waktu boleh dikatakan sebagai prekuel film Alien (1979) sekaligus sekuel film Predator 2 (1990), meski kisah film AVP berdiri sendiri.
Pengecualian bagi korporasi fiktif Weyland dengan pemiliknya yakni Charles Bishop Weyland yang kembali diperankan Lance Henriksen, menjadi kontradiktif dengan Alien 3 (1992), Prometheus (2012), serta Alien: Covenant (2017).
Ide cerita tentang peradaban manusia yang dibangun oleh mahluk luar angkasa yang tak lain adalah “Predator”, memang klise namun tetaplah menarik.
Apalagi film ini melibatkan pemanfaatan Xenomorph sebagai ajang perburuan bagi mereka, sementara manusia hanyalah objek lemah.
Tema isolasi di Antartika lebih mudah digunakan, seperti halnya kapal luar angkasa dalam film Alien maupun hutan belantara dalam film Predator (1987).
Maka fokus ceritanya ditujukan bagi sekelompok manusia yang akan kembali memicu konflik dua mahluk tersebut.
Awal kemunculan dalam pembantaian dua mahluk tersebut terhadap sekelompok peneliti itu, dirasa kurang intens dan brutal, terutama hilangnya aksi sadis Xenomorph ketika membantai manusia.
Bagaimanapun juga, perkelahian satu lawan satu diantara keduanya tersaji begitu mengesankan, meriah sekaligus spektakuler.
20th Century Studios |
Pada akhir cerita, tak bakal disangka apakah Xenomorph atau Predator yang akan memenangi kombatan tersebut.
Khusus Xenomorph, polesan CGI-nya jauh lebih baik, termasuk lincahnya pergerakkan cepat Alien Queen, sehingga terasa mengerikan karena ukurannya yang besar itu.
Bandingkan dengan film Aliens (1986) apalagi Alien: Resurrection (1997).
Mahluk Predator pun terkesan lebih besar dan tak kalah menakutkannya dibandingkan dengan dua film Predator awal, terlebih kemunculan Elder Predator sehingga lebih variatif.
Hanya saja durasi sekitar 1,5 jam masih kurang memuaskan dan terasa dipadatkan, meski akhirnya film AVP masih sangat layak diapresiasi dalam keberhasilan mempertemukan dua mahluk ikonik tersebut.
Score: 3 / 4 stars
20th Century Studios |
Aliens vs. Predator: Requiem (2007)
Pesawat dari mahluk Predator mengalami kecelakaan dan mendarat darurat di sebuah kota kecil di Colorado, Amerika.
Seekor mahluk Predalien serta sejumlah mahluk Xenomorph keluar dari pesawat setelah membunuh semua mahluk Predator.
Predalien lalu meneror penduduk kota, namun sebuah sinyal darurat terkirim menuju markas Predator di luar angkasa.
Wolf Predator, seekor mahluk pemburu veteran, menerima sinyal tersebut dan langsung menuju Bumi guna memburu dan membasminya, termasuk manusia yang menghalangi aksinya.
Pertarungan diantara dua mahluk tersebut, mengakibatkan sejumlah orang harus bertahan dan melawan balik.
Mereka adalah mantan narapidana Dallas (Steven Pasquale) dan adiknya Ricky (Johnny Lewis), seorang tentara yakni Kelly (Reiko Aylesworth), seorang sheriff, serta beberapa orang lainnya.
Kehadiran AVPR diantisipasi, mengingat kelanjutan akan kisah dari akhir film AVP, namun kali ini membawa Xenomorph, Predator serta Predalien menuju sebuah kota kecil dengan narasi seperti Predator 2 (1990).
20th Century Studios |
Kompleknya pengembangan cerita yang berkenaan dengan kehadiran figur mahluk asing serta secara pararel dengan penduduk kota tersebut, awalnya menjanjikan.
Akan tetapi pemilihan visual yang buruk yang serba gelap dan minim cahaya, malah semakin sulit saya menikmati rupa, gerak serta aksi Predalien.
Hal itu berlaku juga untuk mahluk Predator dan Xenomorph, lengkap dengan sejumlah adegan pembunuhan terhadap manusia.
Sebagai respon dari film sebelumnya, AVPR malah terlalu mengumbar kesadisan belaka seperti halnya Alien: Ressurection (1997).
Untung saja pertarungan akhir disajikan cukup meriah dan sedikit mengasyikan, sebelum datang kejutan berikutnya di akhir adegan.
Score: 1 / 4 stars
Itulah sinema aksi laga fiksi ilmiah, review empat film Predator yang wajib anda ketahui.
Comments
Post a Comment