Straw Dogs (1971) : Kontroversi Perkosaan dan Brutalisme

straw dogs kontroversi perkosaan brutalisme
Cinema Releasing Corporation

Banyak film yang menceritakan tentang home invasion atau penyerangan rumah, tapi tidak ada yang sekontroversial film Straw Dogs yang di jamannya dianggap sebagai brutalisme eksplisit, terutama adegan perkosaan serta beberapa adegan kekerasan lain, yang berakibat dilarangnya eksistensi film ini di sejumlah negara.

Dirilis dalam tahun yang sama dengan beberapa film kontroversial lainnya seperti The Devils,
A Clockwork Orange, hingga The French Connection dan Dirty Harry, secara kompak menandakan dimulainya era baru dalam jajaran film bertemakan kekerasan dipadukan denfgan konten seksual secara eksplisit di jalur utama.
 
Baca juga: 10 Film Kontroversial Rilisan Tahun 1971 

Mungkin bagi wanita yang pernah nonton film ini merasa pilu, namun bagi sebagian pria mungkin saja suka dengan adegan perkosaan yang cukup ambigu untuk diintepretasikan. 

Padahal film ini diadaptasi dari novel berjudul The Siege of Trencher’s Farm tidak bermuatan kontroversi. Atas dasar inisiasi sang sineas kontroversial, yakni Sam Peckinpah, maka dieksploitasi pula konten seksual dan brutalisme kekerasannya.

Nama besar Peckinpah sebagai salah seorang sineas revisionis di jamannya, tak lepas dari berbagai kontroversi terhadap hasil karyanya.


Namun ia dipuji akan kehebatan implementasi visualnya yang brilian, seperti western dalam The Wild Bunch (1969), laga thriller dalam The Getaway (1972), crime thriller dalam Bring Me the Head of Alfredo Garcia (1974) hingga perang epik dalam Cross of Iron (1977).

Baca juga: The Wild Bunch (1969): Kontroversial dan Revolusioner dalam Narasi Anti-Western 

Straw Dogs mengisahkan tentang seorang ahli matematika dari Amerika, David Sumner (Dustin Hoffman) pindah bersama istrinya orang Inggris, yakni Amy (Susan George) ke sebuah pedesaan di Inggris.

sinopsis ulasan straw dogs
Cinema Releasing Corporation

Seorang lokal bernama Charlie Venner (Del Henney), mantan kekasih Amy dan kelompoknya mengetahui kedatangan Amy. David dan Amy menyewa sebuah rumah di Trenchers Farm serta menyewa Charlie dan kelompoknya untuk merenovasi rumah tersebut.

David dan Amy lalu terlibat pertengkaran kecil, yang mengakibatkan David malah semakin mengurung diri dalam ruangan kerjanya, sedangkan Amy menunjukkan sikap ingin diperhatikan dan provokatif terhadap para pekerja -termasuk Charlie- di rumahnya.

Saat Charlie yang masih menginginkan Amy, ia dan kelompoknya mulai mengerjai mereka berdua. Namun saat David ditekan oleh Amy untuk berkonfrontasi dengan mereka, ia malah terintimidasi oleh Charlie dan kelompoknya.

Siasat Charlie dan kelompoknya untuk mengerjai David mulai terealisasi, saat mereka mengajak David untuk berburu, di saat yang bersamaan, diam-diam Charlie menemui Amy yang sedang sendirian berada di rumahnya.

Dengan cerita sederhana tersebut, ditambah dengan adanya subplot dengan beberapa karakter yang menceritakan insiden pembunuhan tidak sengaja oleh seorang sakit jiwa, akhirnya tetap tertuju kepada karakter David dan Amy dalam penyerangan akhir terhadap mereka.

Isu sosial yang berujung konflik dan kekerasan antara pendatang dan orang lokal adalah hal klasik yang telah banyak diangkat ke dalam berbagai genre film, dari mulai The Deliverance (1972), I Spit on Your Grave (1978), Southern Comfort (1981) hingga First Blood (1982).

Namun anehnya di film ini, saya rasakan tidak ada sebuah nilai signifikan yang bisa diambil setelah cerita berakhir, baik dari dialog maupun aksi yang dilakukan.

kontroversi perkosaan film straw dogs
Cinema Releasing Corporation

Kondisi sosial penduduk pedesaan secara umum juga digambarkan di film ini dengan subplot yang menghadirkan karakter pamannya Charlie bernama Tom Hedden. Ia memiliki seorang gadis puber bernama Janice, yang kerap menggoda seorang pemuda kelainan jiwa bernama Henry Niles (David Warner).

Karakter Tom digambarkan bukanlah seorang yang bijak, malah ia gemar minum atau mabuk-mabukkan, sedangkan karakter Henry dibiarkan hidup bebas, bisa bersosialisasi dengan orang lain, mengingat kondisi jiwanya dalam keadaan tertentu bisa saja membahayakan dirinya dan orang-orang disekitarnya.

Kritik pedas yang dilontarkan terhadap Straw Dogs, bagaimana adegan perkosaan dengan durasi cukup lama dipertontonkan, adalah hal yang paling krusial dan membuat kontroversi dimana-mana.

Dalam adegan tersebut, bagaimana karakter Charlie yang mulanya merayu Amy dan mulai memaksanya, hingga memperkosanya, semula ditolak oleh Amy yang mencoba berontak. 

Namun lama-kelamaan sepertinya Amy secara psikologis, ia dalam keadaan ‘pelarian’ akibat hubungan buruknya dengan David, meski secara fisik Amy antara menolak atau menyukainya, terdapat sebuah hubungan ambigu diantara Amy dan Charlie.

Gilanya lagi, setelah adegan tersebut, tiba-tiba Norman Scutt muncul dengan menodongkan senapan kepada keduanya, dengan isyarat ingin ikut memperkosa Amy.

Baca juga: The Last Duel (2021): Kasus Perkosaan Berujung Duel Maut

Awalnya Charlie enggan dan tidak melarangnya, namun akhirnya ia pun ikut memegang Amy. Menurut saya, secara psikologis, mungkin masih bisa dinalarkan meski demikian, memang adegan tersebut sepertinya bagian dari eksploitasi untuk menjual unsur seks secara vulgar.

Elemen thriller dan berbagai adegan aksi brutal di film ini memang dibuat menegangkan, bikin greget, serta cukup mengejutkan, terutama di konflik akhir cerita. Bagaimana penyerbuan sekelompok orang terhadap David dan Amy terjadi, karena adanya kesalahpahaman dan sentimen penduduk lokal tertentu terhadap pendatang.

Akibatnya, terjadilah ‘perang’ berdarah yang tak dapat dihindarkan. Mau tak mau, David harus melindungi dirinya dan Amy untuk bertahan hidup dari keberingasan Charlie dan gerombolannya.

brutalisme film straw dogs
Cinema Releasing Corporation

Berbagai adegan kekerasan brutal ketika gerombolan Charlie dan Tom Hedden menyerbu David dan Army, diperlihatkan standar, serta tidak sesadis yang dibayangkan, kecuali adegan kematian dengan sebuah perangkap beruang, lumayan dasyat.

Dari penilaian saya, justru karakter David-lah yang menjadi kekuatan utama di film ini. Dengan performa yang dibawakan oleh Hoffman di awal-awal karirnya, diperlihatkan bagaimana David sebagai seorang yang baik hati, cinta damai, penyayang, tetap sabar terhadap Amy yang mengkritiknya, meski ia melakukan protes dengan lebih fokus terhadap pekerjaannya.

Di awal cerita digambarkan bahwa David sama sekali tidak ingin memancing keributan dengan gerombolan Charlie, malah terkesan seperti pria cupu yang bisa di-bully dan dikerjai setiap saat.

Pun saat David terpaksa harus menyerahkan Henry Niles kepada Tom Hedden yang murka, ia berusaha dengan mencoba tenang menyelesaikannya dengan kepala dingin, hingga pada poin tertentu, ia harus mengambil tindakan membela diri, akibat kekerasan brutal yang ditujukan kepada Amy dan dirinya.

Karakter David berhasil menunjukkan empati audiens, sebagai seseorang yang tidak mudah terpancing dengan melakukan kekerasan balik dengan sama-sama brutal.

Kebalikannya dengan karakter Amy yang dimainkan oleh aktris Inggris, Susan George. Ia digambarkan seperti seorang wanita baik-baik, tapi setelah bertengkar dengan David, malah ia terkesan seperti kurang setia, terlebih setelah pemerkosaan tersebut, menyembunyikan insidennya terhadap David.

Dibalik sebuah kontroversi besar akan adegan perkosaan dan brutalisme kekerasan di film Straw Dogs, ceritanya memang dibuat menarik, dengan intensitas ketegangan dan tensi yang dibangun secara perlahan dengan memainkan ritme yang naik-turun secara dramatis.


Hiraukan versi barunya, tonton dulu versi orisinalnya dan rasakan sensasinya, apakah bisa dinikmati atau tidak.

Score : 2.5 / 4 stars

Straw Dogs | 1971 | Drama, Thriller | Pemain: Dustin Hoffman, Susan George, Del Henney | Sutradara: Sam Peckinpah | Produser: Daniel Melnick | Penulis: Berdasarkan novel The Siege of Trencher’s Farm oleh : Gordon M. William. Naskah: David Zelag Goodman, Sam Peckinpah | Musik: Jerry Fielding | Sinematografi: John Coquillon | Distributor: Cinema Releasing Corporation | Negara: Inggris, Amerika Serikat | Durasi: 117 Menit

Comments