Apocalypse Trilogy : In the Mouth of Madness (1994)

apocalypse trilogy in the mouth of madness
New Line Cinema

Sinema horor review In the Mouth of Madness bagian terakhir Apocalypse Trilogy karya John Carpenter.

In the Mouth of Madness cenderung mengarah kepada horor psikologi, menekankan kebingungan antara dunia nyata dengan fiksi.

In the Mouth of Madness bisa disebut sebagai “narasi dalam narasi" atau “film dalam film”, membuat audien termasuk saya sempat kebingungan.

In the Mouth of Madness merupakan bagian akhir dari Apocalypse Trilogy setelah film The Thing (1982) dan Prince of Darkness (1987). 

Kali ini cerita nya terlihat lebih rumit dan melibatkan elemen supranatural, sehingga sulit dipahami. 

Baca juga: John Carpenter : Sang Maestro Independen 

In the Mouth of Madness mengisahkan Dr. Wrenn (David Warner) mengunjungi seorang pasien di rumah sakit jiwa, bernama John Trent (Sam Neill). 

Trent kemudian mengisahkan kepada Wrenn sebuah kilas balik dari apa yang ia alami sebagai berikut:

Trent diminta kolega nya untuk selidiki kasus klaim dari Arcane Publishing, dan seketika ia diserang oleh seseorang yang akhirnya ditembak mati polisi.

Orang tersebut diketahui menjadi tidak waras dan telah membunuh seluruh keluarganya, setelah ia membaca salah satu novel horor yang ditulis Sutter Cane (Jürgen Prochnow).


review film in the mouth of madness
New Line Cinema
 
Cane sendiri telah menulis sejumlah novel horor laris dan mempengaruhi banyak orang yang mengakibatkan guncangan jiwa dan cenderung melakukan kekerasan setelah membacanya.

Trent lalu bertemu dengan direktur Arcane Publishing, yaitu Jackson Harglow (Charlton Heston) yang kemudian memintanya selidiki misteri hilangnya Cane.

Trent juga diminta tolong untuk menemukan kembali manuskrip untuk novel terakhir yang ditulis Cane. 

Harglow mengutus Linda Styles (Julie Carmen) untuk menemani Trent dalam penyelidikan tersebut.

Mereka akhirnya menemukan sebuah petunjuk dari sampul novel yang ditulis Cane, lalu berangkat menuju ke suatu lokasi berupa kota kecil. 

Namun apa yang mereka alami, sungguh diluar dugaan dan sangat berbahaya.

Dalama 
In the Mouth of Madness, kita bisa tebak bahwa cerita film ini pasti berhubungan dengan suatu kegilaan atau gangguan jiwa dalam diri seseorang. 

Cerita dalam film dibuka, saat figur utama menjadi tidak waras sebagai pasien rumah sakit jiwa.

Dengan menggunakan alur non-linear, ternyata apa yang dialami Trent sebelumnya, bahwa ia mengalami kesesatan diantara realita dunia nyata dengan fantasi dalam dunia fiksi.

Transformasi karakter Trent yang semula tidak percaya akan hal mistis, mulai kehilangan akal sehat, menganggap bahwa semua yang ia alami adalah nyata. 

Banyak adegan berupa sejumlah petunjuk yang mengarah kepada kesimpulan akhir cerita, disajikan dengan begitu apik serta menarik.

ulasan sinopsis film in the mouth of madness
New Line Cinema

Ritme yang dimainkan dan diarahkan John Carpenter di sepanjang cerita, dirasa pas serta enak diikuti, sembari saya berpikir kira-kira apa motivasi dibalik misteri itu.

Sejumlah adegan horor dan kekerasan diperlihatkan secara implisit, tanpa harus menampilkan sesuatu yang berdarah-darah.

Efek spesial yang digunakan pun terlihat halus dan berkualitas, karena memakai jasa Industrial Light & Magic yang sarat akan efek praktis termasuk ilusi optik yang brilian. 

Salah satu efek impresif dalam film ini yaitu sosok monster dan efek dekorasi yang organik.

Begitu juga dengan teknik sinematografi yang handal dan manipulatif, seperti sorotan terhadap beberapa monster besar yang sedang mengejar Trent, tanpa harus soroti seluruh tubuh secara utuh.

Penggunaan setting serta latar pun dieksekusi dengan estetis, menghadirkan beberapa mise-en-scéne yang enak dipandang.

Seperti adegan di depan dan sekitar kemegahan Gereja Byzantine di tengah lapang hijau yang luas, lingkungan tenang kota kecil Hobb’s End yang sepi penduduk, serta lingkungan dan eksterior losmen klasik.

Beberapa adegan unik sekaligus dikenang pun disajikan dengan atmosfir horor yang kental, seperti seorang lanjut usia pengendara sepeda di malam hari dengan fisik menyeramkan dan penampilan nyentrik. 

Tak lupa terdapat adegan yang mengesalkan sekaligus membuat geli, saat figur protagonis terjebak dalam kondisi yang sama berulang kali.

john carpenters in the mouth of madness paranoia cult
New Line Cinema

Premis cerita yang ditulis Michael De Luca, banyak terinspirasi dari cerita klasik karya H.P. Lovecraft. 

Elemen kegilaan dalam cerita film ini juga berdasarkan novel Lovecraft berjudul At the Mountains of Madness.

Juga dalam cerita film ini, beberapa judul novel Cane, kalimatnya dibuatkan mirip berdasarkan referensi judul novel karya Lovecraft.

Selain itu, tribut terhadap Stephen King diterapkan terhadap setting lokasi di sebuah kota kecil, serta dialog yang menegaskan popularitas diantara Stephen King dengan Sutter Cane. 


Baca juga: 10 Film Adaptasi Stephen King Terfavorit 

Kali ini scoring dalam pembukaan maupun penutupan kredit, disajikan berupa instrumen melodi gitar listrik bergaya rock, hasil kolaborasi John Carpenter dengan Jim Lang.

Performa Sam Neill sebagai John Trent yang cenderung skeptis serta saat mengalami depresi hingga menjadi gila, cukup impresif dan dalam. 

Dua aktor kawakan Charlton Heston dan David Warner juga cukup penting dalam mengangkat kehadiran dua figur yang berpengaruh.

Sedangkan performa aktor Jeman, Jürgen Prochnow sebagai Sutter Cane sudah tak diragukan lagi kualitas nya.

In the Mouth of Madness adalah sebuah akhir tepat dalam rangkaian Apocalypse Trilogy, mungkin anda akan memiliki pandangan sendiri setelah mengikuti jalan ceritanya hingga akhir.

Itulah sinema horor review In the Mouth of Madness bagian terakhir Apocalypse Trilogy karya John Carpenter.

Score : 3.5 / 4 stars

In the Mouth of Madness | 1994 | Horor, Psikologis, Supranatural | Pemain: Sam Neill, Julie Carmen, Jürgen Prochnow, Charlton Heston, David Warner | Sutradara: John Carpenter | Produser: Sandy King | Penulis: Michael De Luca | Musik: John Carpenter, Jim Lang | Sinematografi: Gary B. Kibbe | Distributor: New Line Cinema | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 95 Menit

Comments