Isolasi dan Paranoia: Horor ‘Apartment Trilogy’ Roman Polanski

apartment trilogy horor psikologis isolasi paranoia
Crompton Pictures, Paramount Pictures

Review sinema bertemakan isolasi dan paranoia, film horor Apartment Trilogy dari sineias Roman Polanski. 

Di masa pandemic COVID-19 ini, isolasi dan social distancing menjadi hal utama demi menghindari penyebaran virus. 

Namun terkadang timbul paranoia akan dampak dari penularan, sebuah premis yang mirip dengan trilogi film horor psikologis Roman Polanski yang disebut “Apartment Trilogy”.

Gaya penyajian horornya tidak hal klise dan eksplisit, namun cenderung kepada eksploitasi paranoia terhadap psikologis figur utama, serta visual yang surealis dan ambigu.

Baca juga: Once Upon a Time in Hollywood (2019) : Saga Epik Transisi 'Era Klasik' dan 'New Wave' Hollywood 

Tiga film horor terpisah Polanksi yakni Apartment Trilogy bermula dari film Repulsion (1965), lalu yang terpopuler yakni Rosemary’s Baby (1968), hingga The Tenant (1976).

Apartment Trilogy semula tidak pernah dirancang Polanski, namun khusus untuk film yang disebutkan terakhir kebetulan digarap olehnya.

Sebelumnya, film The Tenant sempat akan digarap oleh sineas lain, maka komplit sudah sebuah trilogi berdasarkan tema yang identik.

Dalam tiga filmnya, isolasi adalah salah satu elemen krusial tentang penggambaran seseorang yang terperangkap dalam ruang yang terpisah dari interaksi sosial.

Unit apartemen adalah salah satu ruang yang erat dengan paranoia dari sang figur utama dalam cerita film.

apartment trilogy review ulasan sinopsis repulsion
Crompton Pictures
Repulsion (1965)

Repulsion mengisahkan Carol (Catherine Deneuve), seorang wanita introvert yang tinggal bersama dengan kakaknya, Helen (Yvonne Furneaux).

Mereka berdua tinggal di sebuah apartemen dalam hiruk-pikuk kehidupan kota besar. 

Carol merasa keberatan saat kekasih Helen bernama Michael berencana tinggal bersama mereka.

Ia sendiri juga menjaga jarak dengan Colin yang mencoba mendekatinya.

Problema Carol untuk berinteraksi dengan orang lain, seakan membuat dirinya menjadi paranoid akan kemungkinan serangan perilaku seksual terhadap dirinya.

Kesepian dan ketakutan muncul saat Helen dan Michael pergi ke luar negeri selama beberapa hari, meninggalkan dirinya sendirian di apartemen.

Mulai saat itulah Carol dihantui oleh sejumlah delusi yang sulit dibedakan antara realita dan imajinasi.

Ia merasa ada seorang pria yang hendak memperkosanya, hingga pada terjadi sebuah pembunuhan mengejutkan.

Disajikan dalam format hitam-putih, Repulsion menjadi salah satu contoh film horor psikologis awal yang mampu menjangkau hingga ke akarnya.

Gaya penyajian film ini mampu membawa audiens seakan merasakan apa yang dialami oleh sang figur utama yakni Carol.

Melalui ritme dan gerak kamera yang lambat, Polanski tampaknya sengaja membiarkan ruang longgar untuk memperkenalkan bagaimana keseharian Carol beraktivitas. 

Ia adalah pekerja salon yang sering melamun seperti dalam pengaruh hipnotis, serta ia jarang sekali berbicara dengan Helen dan Colin.

Maka audiens sudah bisa menerka, terlebih dari apa yang dialami oleh Carol ditinggal sendirian dalam apartemen.

Ia semakin terisolasi, dan besar kemungkinan ia juga mengalami trauma masa lalu.

apartment trilogy isolasi paranoia repulsion
Crompton Pictures
Repulsion mengaburkan peran dari figur utama, entah sebagai protagonis atau antagonis.

Narasi film ini mengeksploitasi sisi lain melalui dunia yang kelam dan menakutkan. 

Apa yang dilakukan Carol pun mengingatkan saya akan filmnya Brian De Palma, yakni Sisters (1972).

Barangkali penyajian format hitam-putih di film ini bisa terinspirasi dari Psycho (1961), terutama dalam adegan pembunuhan yang sangat ngilu.

Gerakan arah kamera dengan mendekati wajah figur secara konstan pun dimainkan secara ciamik.

Saat Carol sedang berjalan kaki baik dari samping maupun belakang, begitu pula Colin dari arah belakang, seperti menegaskan rasa dan suasana untuk melibatkan audiens berada dalam posisi mereka masing-masing.

Meski ada rasa jenuh dalam beberapa momen tertentu, namun ada satu adegan jump scare berhasil membuat saya terhentak kaget.

Adapun adegan penutupnya, sungguh membuat saya tidak sabar ingin mengetahui misteri yang belum tuntas dan mirip dengan visual Stanley Kubrick dalam The Shining (1980).

Repulsion direkomendasikan sebagi tontonan yang mengedepankan elemen teror ambigu, eskploitatif dan terperinci, disajikan natural apa adanya.  

Score: 3 / 4 stars

Repulsion | 1965 | Pemain: Catherine Deneuve, Ian Hendry, John Hendry, John Fraser, Patrick Wymarck, Yvonne Furneaux | Produser: Gene Gutowski | Penulis: Roman Polanski, Gérard Brach, David Stone | Musik: Chico Hamilton | Sinematografi: Gilbert Taylor | Distributor: Compton Films | Negara: Inggris | Durasi: 105 menit


apartment trilogy review ulasan sinopsis rosemarys baby
Paramount Pictures
Rosemary’s Baby (1968)

Rosemary’s Baby mengisahkan Guy (John Cassavetes) dan Rosemary (Mia Farrow) menempati unit apartemen besar dan klasik.

Unit tersebut merupakan peninggalan seorang wanita tua yang koma, lalu meninggal. 

Suatu hari, Rosemary bertemu dengan tetangganya yakni Terry yang tobat dari kecanduan narkoba.

Terry merupakan hasil adopsi dari pasangan Minnie (Ruth Gordon) dan Roman (Sidney Blackmer).

Hingga suatu malam tampak Terry bunuh diri dengan melompat dari unit apartemennya. 

Guy dan Rosemary lalu berteman dengan Minnie dan Roman. Guy merasa nyaman bertetangga dengan mereka, sedangkan Rosemary malah merasa terganggu.

Karir Guy sebagai seorang aktor mulai menemukan kesuksesan, adapun Rosemary diberikan kalung keberuntungan oleh Minnie. 

Guy dan Rosemary berniat memiliki anak, tanpa disadari bahwa ada kekuatan gelap hendak menguasainya.

Tema satanisme dan kuasa gelap secara supranatural di era tersebut, menghasilkan sejumlah film horor berkualitas seperti halnya The Exorcist (1973) dan The Omen (1976) dalam dunia modern.

Namun Rosemary’s Baby yang diadaptasi dari novel berjudul sama, mengutamakan elemen psikologis yang dialami figur utama yakni Rosemary. 

Visi brilian Polanski sengaja mengeksploitasi paranoia akan dugaan konspirasi jahat, berupa okultisme yang mengisolasi Rosemary terhadap dunia luar.

Lalu timbul pertanyaan: Apakah hal tersebut benar adanya, atau Rosemary mengidap tekanan luar biasa sehingga dianggap tidak waras oleh orang lain?

apartment trilogy rosemarys baby isolasi paranoia
Paramount Pictures
Selama durasi lebih dari dua jam, alur utama terhadap rangkaian adegan serta visual di film ini disajikan lebih menarik daripada dua film lainnya dalam trilogi ini. 

Babak pertama cerita mengingatkan saya akan film dengan premis serupa yakni The Sentinel (1977).

Adegan visual bergaya surealis yang sepertinya Rosemary disetubuhi oleh iblis,  sungguh mengejutkan. 

Begitu pula penampakan sekilas wajah seram sang iblis, meski secara keseluruhan tidak ada adegan supranatural barang sedikitpun diperlihatkan. 

Polanski tampaknya ingin membuat realisme akan teror yang lebih nyata daripada klise horor belaka.

Tidak perlu ada jumpscare, minimnya scoring dramatis maupun sorotan kamera yang membuat audiens resah sekaligus penasaran.

Semua itu disajikan apa adanya baik dalam ruang lingkup apartemen, maupun lokasi lain di sudut kota New York.

Performa Mia Farrow sungguh impresif, terutama transisi fisik dengan rambut pendek, muka pucat serta tubuh lebih kurus, mempertegas misteri yang menimpa dirinya.

Saya suka dengan sorotan kamera terhadap landskap Kota New York yang mendekati gedung apartemen kuno dalam kredit pembuka.

Begitu pula sebaliknya kamera menjauh dalam kredit penutup, diselingi oleh tema musik dengan latar vokal bergaya mistis.

Bersama dengan Chinatown (1974), film Rosemary’s Baby adalah mahakarya terbaik Polanski sepanjang karirnya hingga saat ini.   

Score: 3.5 / 4 stars

Rosemary’s Baby | 1968 | Pemain: Mia Farrow, John Cassavetes, Ruth Gordon, Sidney Blackmer, Maurice Evans, Ralph Bellamy | Produser: William Castle | Penulis: Berdasarkan novel Rosemary’s Baby karya Ira Levin. Naskah: Roman Polanski | Musik: Krzysztof Komeda | Sinematografi: William A. Fraker | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 136 menit


apartment trilogy review ulasan sinopsis the tenant
Paramount Pictures
The Tenant (1976)

The Tenant mengisahkan Trelkovsky (Roman Polanski) menyewa unit apartemen kosong untuk sementara.

Ia ditinggalkan oleh seorang wanita bernama Choule yang mencoba bunuh diri, lalu berada di rumah sakit dalam keadaan koma.

Sejak saat itu, sejumlah kejadian janggal menimpa Trelkovsky yang kerap ditegur oleh pemilik apartemen yakni Monsieur Zy (Melvyn Douglas).

Ia dituduh Monsieur Zy sering membuat kegaduhan, kontras dengan seorang tetangga yang meminta maaf kepadanya karena telah membuat kegaduhan.

Anehnya, Trelkovsky sendiri tidak melakukan, bahkan mendengar suara apapun. Adapun puncak serangkaian perisitwa menyeramkan selalu terjadi di malam hari.

Setiap ia memandang keluar jendela menghadap jendela kamar mandi, tampak seorang penghuni yang berdiri terpaku, dengan pandangan kosong menatap ke satu arah.

Narasi The Tenant secara keseluruhan menyiratkan ada semacam kutukan yang terjadi dalam peralihan antar penyewa dalam unit apartemen tersebut.

Ada sejumlah kejadian horor yang dialami Choule, lalu diwariskan kepada Trelkovsky.

Jangan pernah sekalipun anda membaca alur ceritanya hingga akhir, karena sesungguhnya bagian paling menarik berada di dua babak awal cerita.

Meski demikian, The Tenant diimplementasikan dalam ritme yang lamban dan sedikit membosankan.

Atmosfir misteri selalu hadir diantara rangkaian adegan drama yang lebih mengutamakan berbagai intrik Trelkovsky dengan Monsieur Zy.

Sleain itu, ada interupsi Madame Dioz yang berinisiatif mengajukan keluhan terhadap tetangganya yang berisik.

apartment trilogy the tenant isolasi paranoia
Paramount Pictures
Ambiguitas hubungan Trelkovsky dengan Stella (Isabelle Adjani) yang mengaku sebagai teman Choule, semakin menambah canggung film ini.

Juga kecenderungan seorang pria yang terkesan galak dan sinis bernama Badar (Rufus).

Ia yang telat menyatakan cintanya kepada Choule, malah memperlihatkan sebuah penyimpangan melalui ketertarikan seksual terhadap Trelkovsky.

Surealisme dan metamorfosa psikologis yang dialami Trelkovsky mulai terjadi pada babak ketiga, saat semuanya dipersatukan menuju sebuah konklusi yang tetap saja tidak jelas dan mendasar.

Paranoia dan prasangka buruk pun semakin menjadi dalam diri Trelkovsky akan isolasi seorang diri, saat ia merasa tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya.

The Tenant mengeksploitasi bagaimana proses timbulnya kejadian sama, kembali terulang antar-figur tertentu, dengan cara yang ambigu dan mengganggu. 

Performa Polanski sebagai sang figur utama sekaligus sutradara, patut dipuji selain para pendukung yang mampu menyeimbangi aktingnya dengan baik.

Meski aura misterius awalnya menjanjikan, namun perkembangan selanjutnya malah mengakibatkan semakin menyesakkan dan tak terjelaskan. 

Film The Tenant cukup sulit untuk dinilai secara menyeluruh, tidaklah favorit namun berkualitas.

Score: 2.5 / 4 stars

The Tenant | 1976 | Pemain: Roman Polanski, Isabelle Adjani, Melvyn Douglas, Jo Van Fleet, Rufus, Shelley Winters | Produser: Andrew Barunsberg | Penulis: Berdasarkan novel The Tenant karya Roland Topor. Naskah: Roman Polanski, Gérard Brach | Musik: Philippe Sarde | Sinematografi: Sven Nykvist | Distributor: Paramount Pictures | Negara: Perancis | Durasi: 126 menit

Baca juga: Apocalypse Trilogy : The Thing (1982)

Itulah review sinema bertemakan isolasi dan paranoia, film horor Apartment Trilogy dari sineias Roman Polanski.

Comments