Stranger Things: Nostalgia Budaya Populer Era 80’an

Netflix

Sinema petualangan, review Stranger Things, serial nostalgia terhadap budaya populer era 80'an.

Tidak ada yang lebih menyenangkan selain nostalgia era 80’an dalam film serial Stranger Things.

Serial tersebut merupakan tribut duo penulis Matt dan Ross Duffer, terhadap sejumlah ikon budaya populer serta karya Steven Spielberg, John Carpenter dan Stephen King.

Stranger Things yang telah mengudara sebanyak tiga season sejak tahun 2016 lalu, mencetak rekor tersendiri bagi Netflix dalam menjaring penonton, sukses meraih sejumlah penghargaan dan disambut baik kritik.

Kisah bermula tahun 1983 di sebuah kota fiktif bernama Hawkins terdapat kejadian misterius dalam sebuah lab penelitian. 

Adapun sosok menyeramkan yang diduga adalah sebuah monster tiba-tiba meneror Hawkins bersamaan dengan hilangnya sejumlah remaja, termasuk Will Byers (Noah Schnapp).

Sang ibu bernama Joyce (Winona Ryder) cemas dan frustasi, sejak melaporkan kehilangan putranya kepada Kepala Polisi Jim Hooper (David Harbour) yang menindaklanjutinya dengan penyelidikan.

Adapun sahabat Will yakni Mike (Finn Wolfhard), Dustin (Gaten Matarazzo) serta Lucas (Caleb McLaughlin) secara terpisah juga menyelidiki hilangnya Will. 

Semua petunjuk mengarah kepada pimpinan laboratorium bernama Martin (Matthew Modine).

Selain Will, kakak perempuan Mike bernama Nancy (Natalia Dyer) juga kehilangan sahabatnya yakni Barbara. 

Dalam dukanya, Nancy yang memiliki kekasih bernama Steve (Joe Keery) tampak berbagai simpati dan perasaan dengan Jonathan (Charlie Heaton) yang tak lain adalah kakak kandung Will.

Netflix

Sementara di tempat lain, kehadiran seorang anak perempuan yang kelak dipanggil “Eleven” (Millie Bobby Brown), melarikan diri dari kejaran sejumlah orang yang memburu dirinya.

Dalam Season 2, kisah bergulir di tahun berikutnya yakni 1984, saat sebuah ancaman besar datang berkenaan dengan dunia “Upside Down” dan munculnya figur raksasa Mind Flayer

Will menjadi karakter kunci, latar belakang hilangnya Eleven, serta hadir karakter baru yakni Max (Sadie Sink) dan pihak antagonis bernama Sam (Paul Reiser).

Sedangkan di Season 3, kisah berlanjut di tahun 1985 ditandai dengan hadirnya pusat hiburan yakni The Starcourt Mall, Mike berpacaran dengan Eleven dan Lucas dengan Sadie. 

Rupanya dunia Upside Down kembali mengancam mereka tanpa diduga sebelumnya, yang melibatkan pihak Uni Soviet.

Dalam serial Stranger Things Season 1 ini, jalan ceritanya memang sudah menjanjikan, begitu misterius dalam suasana kota kecil yang tenang dan kehidupan anak remaja yang masih berada di bangku sekolah.

Pengenalan masing-masing karakter diperlihatkan melalui sejumlah adegan yang mengesankan dan sangat menghibur.

Netflix

Petualangan kuartett sahabat pra-remaja yakni Mike-Dustin-Lucas-Will, tampak terinspirasi dari sejumlah film tipikal E.T. (1982), The Goonies (1985), Stand by Me (1986), The Monster Squad (1987) hingga It (1990).

Empat karakter sentral tersebut masing-masing memiliki keunikan serta intrik tersendiri satu-sama lain. 

Mike merupakan tipe agresif dan emosional terlebih saat menjalin hubungan pasang-surutnya dengan Eleven.

Dustin adalah tipe nerd yang sarat akan pengetahuan dengan penampilan gigi ompong dan rambut keritingnya.

Lucas cenderung kurang peka dan terkadang berprasangka buruk, sedangkan Will adalah karakter kunci, tipe pendiam dan sedikit misterius, membuat penasaran terutama dalam Season 2.  

Juga intrik cinta segitiga antara Nancy, Steve dan Jonathan serta nama terakhir yang kerap di-bully oleh kelompoknya Steve, identik dengan film remaja di era 80’an.

Jonathan dan Will adalah kakak-beradik yang bertipe pendiam dan terkesan sebagai sasaran yang mudah di-bully oleh orang-orang disekitarnya. 

Mereka diasuh oleh ibu mereka Joyce, sejak ditinggal suaminya. Joyce yang terlihat semakin paranoid sejak hilangnya Will.

Karakter Jim orangnya skeptis sekaligus berusaha untuk menimbulkan kesan cool, namun juga menyimpan trauma dan frustasi dari latar belakang yang suram, sehingga terkadang sikap dan tingkahnya menjadi aneh.

Netflix

Sejumlah karakter pendukung pun tak kalah menariknya, seperti kakak-beradik Billy tipe pemberontak dan Max yang nyentrik sebagai pendatang di kota Hawkins mulai Season 2.

Juga karakter Karen sebagai ibu Nancy dan Mike yang mengalami krisis dalam rumah tangga dan tertarik pada Billy dengan citra “Bad Boy”-nya.

Bintang utama Stranger Things tentunya Winona Ryder yang sudah tak diragukan lagi reputasinya yang pernah berjaya di era 90’an.

Selain itu hadir pula bintang tamu yakni Sean Astin yang dikenal melalui film The Goonies dan trilogi Lord of the Rings sebagai kekasih Joyce.

Yang tak kalah menarik adalah karakter antagonis yang diperankan aktor veteran Matthew Modine yang populer di era 80’an.

Selain itu, ada Paul Reiser yang dikenal lewat sitkom Mad About You dan sepertinya di serial ini ia mengulangi peran hipokratif-nya seperti dalam film Aliens (1986).

Suasana kota kecil Hawkins yang diperlihatkan dalam Stranger Things tak jauh dari versi lain akan kota Maine, yang seringkali menjadi latar kisahnya Stephen King. 

Aura horor suspens yang terkadang mengerikan dan sedikit berdarah-darah merupakan salah satu ciri khas dari beberapa film arahan John Carpenter.

Sedangkan elemen fiksi ilmiah, fantasi serta keterlibatan petualangan anak remaja juga merupakan gaya Steven Spielberg, selain kombinasi dari gaya King dan Carpenter.

Serial Stranger Things mengajak nostalgia akan sejumlah film populer sebagai tribut budaya populer di era 80’an, melalui sejumlah adegan atau atribut ikonik yang bakal dikenang meski sifatnya ‘seperti parodi’.

Netflix

Salah satu yang paling dikenang terdapat dalam Season 3, mungkin merupakan tribut terbesar terhadap film Fast Times at Ridgemont High (1982) dalam adegan di kolam renang antara Karen (Mrs. Wheeler) dengan Billy.

Tak hanya itu, Steve dengan seragam uniknya yang bekerja di salah satu outlet es krim di Starcourt Mall juga masih relevan dengan film yang baru saya sebutkan tadi. 

Sedangkan saat Dustin berduet dengan Suzy menyanyikan lagu “Never Ending Story” mampu mencuri perhatian, mengingat tribut terhadap lagu dari judul film yang sama.

Keterlibatan pihak Uni Soviet secara rahasia yang tersaji dalam cerita
Season 3 tersebut, jelas berkenaan dengan Perang Dingin dan sentimen anti-komunis di era 80’an.

Propaganda Amerika tersebut populer melalui sejumlah film, diantaranya Red Dawn (1984) yang menginpirasi serial ini.

Tema musik dan scoring melalui alat musik synthesizer yang diaransemen Michael Stein dan Kyle Dixon, sudah tak asing lagi untuk film ala 80’an, selain dijejali banyak soundtrack lagu klasik yang tentunya.

Serial Stranger Things mampu kembali mengembalikan nostalgia akan tribut terhadap sejumlah budaya populer dari era 80’an.

Implementasinya melalui jalinan kisah menarik, meski terkadang agak klise serta elemen suspens yang dirasa agak menurun karena pada akhirnya kembali menampilkan ancaman yang sama.

Bagaimanapun juga Stranger Things tetap menjadi tontonan favorit yang menawarkan petualangan seru yang sulit disangkal bagi penggemar fiksi ilmiah, horor serta drama remaja.

Score: 3.5 / 4 stars

Stranger Things | Season 1 (2016), Season 2 (2017), Season 3 (2018) | Serial, Fiksi Ilmiah, Misteri, Horor, Petualangan, Teen | Pemain: Winona Ryder, David Harbour, Finn Wolfhard, Millie Bobby Brown, Gaten Matarazzo, Caleb McLaughlin, Natalia Dyer, Charlie Heaton, Cara Buono, Matthew Modine, Noah Schnapp, Sadie Sink, Joe Keery, Dacre Montgomery, Sean Astin, Paul Reiser, Maya Hawke, Priah Ferguson, Brett Gelman | Penulis: The Duffer Brothers | Musik: Michael Stein, Kyle Dixon | Sinematografi: Cameron Duncan | Jaringan: Network Streaming Services | Negara: Amerika Serikat | Durasi: 42-77 Menit per Episode

Comments